Rabu, 08 Juni 2011

DEMOKRASI DALAM PILKADA LANGSUNG SEBAGAI PEMBELAJARAN IPS (Suatu Tinjauan Historis)

BAB I
PENDAHULUAN

Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan sukses.
Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih.

BAB.II
DEMOKRASI DI INDONESIA


A.Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden, gubernur, bupati dan walikota hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yangbaik, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu Negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan si menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

B. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua (2) prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu :
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)

Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan.


BAB III
PILKADA LANGSUNG DI INDONESIA


A. Tinjauan Historis Pilkada Di Indonesia
Sejak jatuhnya kekuasaan pemerintah Presiden Soeharto, pada tahun 1998, Indonesia telah berada di era transisi, jauh dari rezim otoriter, dan mencari bentuk bagi demokrasi. Pencarian bentuk demikrasi ini dimulai dengan undang-undang desentralisasi dilaksanakan pada tahun 2001, yang memberikan otonomi yang lebih besar ke daerah, dan dilanjutkan dengan pemilihan langsung untuk legislatif nasional dan lokal dan Presiden pada tahun 2004. Perkembangan terakhir dalam proses demokratisasi adalah implementasi sistem untuk pemilihan langsung pemimpin-pemimpin daerah, yang dimulai pada tahun 2005; yang pertama putaran pemilu di seluruh bangsa untuk semua gubernur, walikota dan bupati telah selesai pada tahun 2008. Sebagai salah satu bukti, hasil dari lokakarya di Singapura pada tahun 2006, menyajikan data dari seluruh nusantara atas pemilihan langsung pertama untuk pemimpin lokal dan memberikan penilaian mereka sejauh mana pemilihan ini telah memberikan kontribusi ke ‘pendalaman demokrasi’.
Since the fall of long-reigning President Soeharto, in 1998, Indonesia has been in an era of transition, away from an authoritarian regime, and on a quest for democracy. This quest started with decentralisation laws implemented in 2001, which gave greater autonomy to the regions, and continued with the direct elections for the national and local legislatures and the President in 2004. The latest development in this democratisation process is the implementation of a system for the direct election of regional leaders, which began in 2005; the first round of elections across the nation for all governors, mayors and district heads was completed in 2008. Authors of the chapters in this volume, the result of a workshop in Singapore in 2006, present data from across the archipelago for these first direct elections for local leaders and give their assessment as to how far these elections have contributed to a "deepening democracy".


B Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada
Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pasal 1 ayat (1) PP No. 6/ 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah). Pilkada langsung baik di tingkat pusat sampai ke tingkat daerah merupakan suatu proses pembelajaran politik bagi setiap warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Disinilah proses demokrasi suatu bangsa akan berjalan.
Namun ternyata, system Pilkada langsung yang telah ada ternyata menjadi ironi bagi bagsa kita. Di Indonesia ada banyak kabupaten/ kota penyelenggara pilkada. Hal ini jelas menguras anggaran negara “hanya” untuk melaksanakan konsep demokrasi yang seharusnya bisa diminimalisir. Pilkada di Indonesia ini memakan biaya yang besar karena melalui tahapan yang berjenjang. Mulai dari pendataan penduduk sebagai pemilih, pendaftaran calon, kampanye dan publikasi calon kepala daerah, dan logistik pelaksanaan pemilihan sampai penghitungan suara dan pelantikan. Selain menguras materi, pilkada langsung ini juga memakan waktu yang lama sehingga menghambat proses kerja kepala daerah.
Seperti sebuah terobosan, penulis menawarkan gagasan mengenai mekanisme pilkada yang hemat biaya namun tetap demokratis, yaitu pemilihan kepala daerah oleh DPRD atau bahasa mudahnya kita sebut Pilkada bukan Pemilu. Pemilihan oleh DPRD dapat menghemat biaya yang besar. Karena biaya logistik dan pelaksanaan Pilkada oleh rakyat dapat dieliminir dengan pemilihan oleh DPRD yang bersangkutan. Konsep ini tidak mempengaruhi konsep demokrasi suatu negara. Terlebih lagi konsep “pilkada bukan pemilu” ini diperbolehkan dalam konstitusi negara.
Konsep yang ditawarkan dengan gagasan ini adalah sebuah mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang notabene adalah sebagai wakil rakyat, sehingga mekanisme ini tetap menjunjung nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat Indonesia. Kepala daerah yang terpilih dapat secara langsung bertanggung jawab langsung kepada rakyat melalui DPRD tanpa adanya intervensi DPRD dalam mengambil kebijakan daerah.
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang suecara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Pada mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting landasan hukum penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

C. Pelaksanaan Pilkada Langsung di Indonesia
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Selama pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali. Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus-kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1. Money politic
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.
2. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
3. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

4. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.


D. Dampak Pelaksanaan Pilkada
Berdasarkan pengalaman hampir semua KPD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota yang menyelengarakan Pilkada selama tahun 2005 sampai sekarang masih membuktikan bahwa fungsi sebagai penyelenggara pilkada tidak optimal.ketidakpuasaan pelaksanaan Pilkada yang dialamatkan kepada KPUD dibeberapa daerah indikasi kuat bahwa melepas secara paksa dan tidak bertanggungjawab institusi KPUD dari system organisasi KPU yang bersifat bersifat nasional tetap mandiri dalam mealaksanakan Pilkada jelas saalah dan membuat KPUD menerima dampak buruk.
Pertama, ketidak jelasan atau kekaburan UU 32 Tahun 2004 penyelenggara terperangkap kedalam situasi tertrentu yang memaksa mereka mengambil langka-langka kompromi yang kental nuansa politik.kedua,ketidaksiapan menyusun aturan teknis,telah membuat KPUD kelabakan sehingga kelemahan –keleamahan mendasar dalam tata aturan teknis yang dibuat menjadi faktor kelembaagaan penyelenggaraan yang memicu protes peserta pemilu dan masyarakat pemilih.ketiga,pada sebagaian anggota KPUD yang mangabaikan prinsip imparsial selaku penyelenggara administrasi dan etika tidak bisa ditindak oleh intitusi apapun karena dalam konteks pikada, KPU puisat tidak menjadi bagian dari pilkada.keempata,KPUD ketika mengahadapi jalan buntu dalam aspek hukum.mau minta putusan KPU yang ada diatasnya tidak ada jalur,dan tidak memiliki kekuatan hukum minta keputusan DPRD,pemerintah pusat atau daerah jelas tetap bertentangan atas kemandirian lembaga KPU.kelima,dampak moral politik yang tidak bisa ditutupi oleh KPUD setelah melaksanakan pilkada,pilkada adalah dilanggarnya prinsip mandiri.keputusan KPUD untuk konsultasi minta memohon nasehat,penjelasan penjelasan atas maksud UU atau PP dan bahkan memohon keputusan Depertemen Dalam Negeri merupakan kompromi yang terpaksa diambil,demi prakmatis berlangsungnya pilkada.


E. Evaluasi Demokrasi Dalam Pilkada Langsung

Periode kedua pelaksanaan Pemilukada 2010. Mandat konstitusi sesungguhnya hanya menyiratkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis. Namun lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan formulasi yang jelas tentang demokratisasi dalam pemilihan kepala daerah, yakni dilaksanakan secara langsung. Periode pertama pelaksanaan Pemilukada berlangsung sejak Desember 2004 sampai dengan September 2008 dengan total pelaksanaan kurang lebih 343 Pemilukada dengan rincian pada tahun 2005 telah berlangsung Pilkada di 207 Kab/Kota dan 7 Provinsi, pada tahun 2006 terlaksana Pilkada di 70 Kab/Kota dan 7 Provinsi, pada tahun 2007 berlangsung Pilkada di 35 Kab/Kota dan 6 Provinsi, sedangkan untuk tahun 2008 telah berlangsung Pilkada di 11 Kab/Kota (Data Jaringan Pendidikan pemilih untuk rakyat-JPPR). Untuk Pemilukada pada tahun 2010 ini, akan digelar sebanyak 244 pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) mulai dari pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota serta wakil walikota (Data Depdagri).
Menjelang pelaksanaan periode Pemilukada periode kedua, yakni tahun 2010, banyak pihak yang mendorong agar pelaksanaan Pemilukada tahun 2010 ditunda sambil menunggu hasil evaluasi pelaksanaaan pilkada 2005 oleh Depdagri dan KPU.
Evaluasi Pemilukada 2005-2008 sangat penting dirumuskan untuk mendapatkan rekomendasi serta refleksi atas kekurangan dan kelemahan yang berlangsung selama periode tersebut. Setidaknya beberapa cacatatan penting dan fundamental yang mengiringi pelaksanaan pilkada 2005-2008, yakni;
Pertama, Pemilukada masih belum mampu menghadirkan ruang bagi rakyat untuk mandiri dan memiliki kapasitas yang rasional dalam menentukan pilihannya. Fenomena politik uang selama pilkada mempertegas catatan ini.
Kedua, proses pelaksanaan pemilukada belum mampu dikelola secara baik, lancar dan damai sesuai dengan prosedur yang demokratis. Kasus DPT yang amburadul, Kampanye yang penuh konflik dan protes atas hasil penghitungan suara menjadi contoh yang sangat jelas.
Ketiga, pilkada belum mampu melahirkan pemimpin yang memiliki kapasitas dan akseptabilitas yang mamadai. Pemilukada justru menjadi arena bagi orang-orang yang punya duit dan populer untuk menjadi elit baru.
Keempat, kepemimpinan yang dilahirkan oleh proses pilkada harus mampu membentuk pemerintahan yang bersih dan kuat yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selama ini sudah banyak keluhan dari masyarakat terkait pemilukada yang berlangsung tapi tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahtaraan rakyat.

Beberapa Persoalan :
Tulisan ini tidak bermaksud membahas semua evaluasi pemilukada tersebut. Namun yang menarik dibahas adalah salah satu faktor lemahnya pengeloaan pelaksanaan pemilukada selama ini adalah karena gagalnya institusionalisasi hukum dalam proses penyelenggaraan pilkada. Hukum tentang pemilukada belum terlembagakan secara baik, sehingga proses penyelesaian pelanggaran dan penyimpangan tidak dapat dikelola secara elegan tapi justru memicu konflik berkepanjangan. Ada beberapa faktor fundamental yang menghambat proses pelembagaan hukum dalam penyelesaian perkara hukum pemilukada selama ini;
Pertama, masih cukup rendahnya pemahaman masyarakat tentang mekanisme hukum yang harus ditempuh ketika berhadapan dengan persoalan yang terkait dengan penyimpangan dan pelanggaran selama berlangsung pemilukada. Kekecewaan publik terhadap proses penyelengaraan pemilu belum mampu terlembagakan dalam proses hukum. Sebaliknya yang muncul adalah kekecewaan yang berujung pada anarkisme dan kekerasan massa.
Kedua, institusi penegak hukum dalam Pilkada, dalam hal ini Bawaslu dan Panwaslu tidak bisa bekerja maksimal karena secara yuridis eksistensi lembaga tersebut memang tidak memiliki kewenangan yang kuat. Kelemahan panwaslu selama ini terletak pada ketidakmampuan menindaklanjuti pelanggaran yang dilaporkan masyarakat. Terlihat bahwa panwaslu tidak memiliki daya eksekusi yang kuat dalam menangani laporan pelanggaran. Dalam konteks Pilkada, UU. 32 tahun 2004 pasal 66 ayat 4 menggaris bawahi Panitia pengawas pemilihan mempunyai tugas dan wewenang; (a). mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; (b). menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; (c). menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (d). meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; dan (e). mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.
Panwaslu selalu berdalih bahwa salah satu tugasnya adalah;” meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; klausul ini sering sekali dijadikan dalih ketika panwaslu dihadapkan pada pelanggaran pilkada. Lemahnya daya eksekusi langsung oleh Bawaslu juga terlihat pada UU 22 tahun 2007 yang mengatur tentang tugas dan wewenang Bawaslu. Dijelaskan pada pasal 73 huruf b, c dan d; b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU untuk ditindaklanjuti; d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;. Pasal ini menujukkan bahwa Bawaslu sesungguhnya sekedar mengumpulkan laporan pelanggaran yang terjadi pada semua tahapan pemilu. Sedangkan tugas dan kapasitasnya masih bergantung dengan pihak lain. Bahkan tugas dan wewenang yang melekat pada Petugas Pemilih Lapangan (Panwaslu di level desa) hanya sekedar menerima laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara terhadap berbagai tahapan pemilu (Pasal 82). Bukan pelanggaran yang dilakukan masyarakat atau peserta pemilu.
Ketiga, pelembagaan hukum dalam pemilukada juga gagal karena secara substansi UU 32 tahun 2004 maupun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tidak secara jelas mengatur proses hukum, baik materi maupun formil yang bisa ditempuh ketika berhadapan dengan pelanggaran atau persoalan hukum dalam pemilukada. Misalnya dalam persoalan Penetapan Pasangan Calon. UU 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah Pasal 61 yang mengatur penetapan pasangan calon kepala daerah, tidak mengatur mekanisme hukum apabila ada pasangan yang keberatan tentang keputusan KPUD tentang penetapan pasangan calon. Begitu juga dengan tahapan lainnya. Karena tidak jelasnya mekanisme hukum yang mengatur , maka formula penyelesaian sering berakhir kepada bentrokan dan anarkhisme seperti yang terjadi baru-baru ini di Pemilukada Mojokerto, Jawa Timur.
Selama ini, UU Pemilukada, dalam hal ini UU. 32 tahun 2004-maupun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah hanya akomodatif terhadap persoalan sengketa pemilukada yang terkait dengan penghitungan suara, namun tidak ,mengakomodir persoalan yang terjadi dalam tahapan-tahapan sebelum penghitungan suara. Misalnya, apabila calon merasa dirugikan dan keberatan dengan hasil pengitungan suara oleh KPUD, maka pasangan calon memiliki kesempatan menyampaikan keberatan kepada Mahkamah Agung dengan catatan keberatan yang dimaksud memang secara nyata mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Pasal 106 UU 32 Tahun 2005: 1): Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 2); Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.



BAB IV
DEMOKRASI DAN PILKADA LANGSUNG
DALAM PEMBELAJARAN IPS

A. Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS merupakan suatu kajian pengintegrasi dari Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu-Ilmu kemanusiaan untuk meningkatkan kemampuan kewarganegaraan (Civic Competence) pendidikan IPS terdiri atas bahan pilihan yang sudah disederhanakan dan diorganisasikan secara psikologis dan umum untuk kepentingan tujuan pendidikan.Tujuan IPS ialah generasi muda dalam mengembangkan kemampuan membuat keputusan yang informatif dan rasional bagi kebaikan masyarakat sebagai warganegara dari sebuah dunia yang berbudaya majemuk, bermasyarakat demokratis yang memiliki ketergantungan satu sama lain dalam hubungan antar manusia (NCSS,1994).
Social learning is an integrator of study Social Sciences and Humanitarian Sciences to enhance the ability of citizenship (Civic Competence) education IPS consists of material that has simplified choice and be psychologically and general organization for the benefit of IPS is the purpose of education. Goal of younger generation in develop the ability to make informed and rational decisions for the good of society as citizens of a pluralistic world of civilized, democratic society that has a dependency with one another in human relationships (NCSS, 1994.)
Pengintegrasian nilai-nilai yang muncul dari fenomena kehidupan politik di Indonesia dewasa ini dalam kaitannya dengan demokrasi dan pilkada dalam pembelajaran IPS dapat dipandang sebagai materi yang sangat menarik karena sangat kontekstual dengan perkembangan perkembangan yang terjadi dewasa ini yang memang banyak menyita perhatian publik.hal ini tentunya membutuhkan pencermatan terhadap dinamika politik yang terjadi diatas panggung politik Indonesia, dari hasil pencermatan itu, dapat di rumuskan pengintegarisian nilai-nilai demokrasi dan pilkada dalam pembelajaran IPS.
Maka ada dua hal penting untuk dipelajari yakni, terkait dengan nilai dalam konteks pembelajaran ini, dan seperti apa dinamika politik demokrasi dan pilkada dalam kaitan denga pembelajaran IPS kedua aspek tersebut dijelaskan bahwa berbicara tentang nilai maka konotasi yang selalu muncul adalah kebaikan atau semua hal yang berkaitan dengan yang positif, karena nilai itu sendiri adalah kebaikan yang ada hubungan dengan kehidupan perpolitikan di Indonesia dewasa ini,namun demikian demokrasi dan pilkada sesungguhnya tidak hanya menghadirkan sesuatu yang positif melainkan ada pula yang negatif.
Hal-hal negatif yang muncul dari fenomena perkembangan demokrasi dan pilkada dewasa ini dijadikan pembelajaran atau dikaitkan dengan IPS karena manusia sebagai pembelajar dapat belajar dari kebaikan dan kesalahan orang lain (politik) hal yang positif dijadikan sebagai rujukan untuk diikuti, sedangkan yang negatif dijadikan sebagai peringatan agar tidak diikuti.

B. Pengintegrasian Nilai Demokrasi Dan Pilkada Dalam Pembelajaran IPS
1. Nilai-Nilai Positif Integrasi dalam Pembelajaran IPS
Telah dijelaskan di atas bahwa kehidupan politik Indonesia dewasa ini menghadirkan dua fenomena penting dan menarik yang banyak menyita perhatian politik, baik politisi, pengamat, akademisi, maupun rakyat pada umumnya. Kedua fenomena tersebut adalah proses Pemilu Kepala Daerah (PILKADA) dengan segala implikasinya yang sampai sekarang masih terus berkembang seperti, proses rekapitulasi suara, koalisi, dan protes berbagai elemen masyarakat terhadap adanya sinyalemen pelanggaran pemilu. Fenomena lain yang justru lebih bergema adalah menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan digelar pada Juli 2014 mendatang. Nilai-nilai (dalam arti positif) yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPS adalah sebagai berikut :


a) Nilai Demokratis
Dalam pembelajaran IPS baik di SD maupun SMP/MTs selalu tercantum materi tentang demokrasi dan pemilu. Kehidupan politik saat ini terkait erat dengan materi IPS tersebut karena pemilu merupakan salah satu perwujudan demokrasi. Hal ini berarti pelaksanaan pemilu legislatif pemilu presiden dan kepala daerah pada Juli mendatang ataupun yang sudah dilaksanakan maupun tahun ini dilaksanakan dapat dijadikan sebagai muatan pembelajaran IPS. Ketika guru menyajikan materi tentang “demokrasi dan pemilu” maka dapat dikaitkan dengan partai yang ada saat ini dan sistem pemilu yang sudah dilaksanakan. Selain itu, dalam pembelajaran IPS, salah satu orientasinya adalah mewujudkan siswa yang berjiwa demokratis.

b) Nilai Kedamaian
Dalam pembelajaran IPS, salah satu yang paling ditekankan adalah mewujudkan masyarakat atau peserta didik yang cinta damai. Dikaitkan dengan perkembangan politik dewasa ini, maka guru dapat memberikan ilustrasi bahwa proses demokrasi relatif berjalan dengan damai. Bahwa di sana sini terjadi friksi dan perdebatan antar elit politik bahkan ada yang sampai di tingkat akar rumput, misalnya pro-kontra mengenai kecurangan pemilu, memang tidak dapat diabaikan. Tetapi, secara umum tetap dapat disimpulkan bahwa kehidupan politik relatif berjalan damai. Ini merupakan salah satu nilai yang dapat ditekankan dalam pembelajaran IPS.

c) Nilai musyawarah
Salah kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran IPS adalah kemampuan berkomunikasi. Dalam berkomunikasi tentunya salah satu aspek yang paling menonjol adalah kemampuan bermusyawarah. realitas politik dewasa ini di Indonesia menunjukkan adanya kemampuan pelaku politik dalam musyawarah membangun koalisi. Jadi, salah satu nilai yang dapat dijadikan pelajaran dari perkembangan politik adalah adanya nilai komunikasi atau musyawarah. Wujud musyawarah elit politik tersebut adalah terbentuknya koalisi, misalnya koalisi besar yang digalang PDIP dan Golkar di satu pihak dengan koalisi Demokrat, PKB, dan PKS di lain pihak. Bahwa kehidupan politik akhirnya membelah partai-partai menjadi beberapa kekuatan, tidak perlu dipersoalkan karena itulah konsekwensi dari sebuah proses demokrasi.
d) Nilai Negosiasi (take and give)
Maraknya akrobat politik yang dilakukan politisi memperlihatkan secara kasat mata bahwa seorang politisi atau partai yang ingin mencapai tujuan dituntut kemampuan negosiasi yang baik. Dalam negosiasi tersebut tentu perlu sikap yang siap member dan siap menerima. Ini merupakan nilai positif yang dapat dijadikan pelajaran berharga terkait dengan pembejalaran IPS khususnya mengenai kehidupan demokrasi di Indonesia.
e) Nilai Persatuan
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyaknya partai di Indonesia menyebabkan pilihan masyarakat sangat beragam sehingga terkesan seolah-olah tidak ada persatuan. Terlebih lagi dikaitkan dengan proses menuju pemilihan RI dan R2. Tetapi sesungguhnya di dalam dinamika politik itu sendiri dapat ditemukan nilai persatuan, seperti : bersatunya partai dalam suatu kualisi. Bagaimana pun menurut hemat saya ini tetap merupakan nilai positif yang dapat dijadikan sarana pembelajaran IPS. Contoh yang lebih konkrit misalnya, tokoh yang pernah berseberangkan seperti Wiranto dan Prabowo, akhirnya bersatu dan mau bekerjasama untuk mencapai tujuan politiknya.
f) Nilai Kerjasama
Berpolitik selalu diasosiasikan dengan berkompetisi karena dalam praktiknya semua berlomba untuk mencapati kemenangan. Tetapi, di balik kompetisi tersebut terlihat juga adanya upaya kerjasama di antara politisi dan partai. Jadi, kehidupan politik dewasa ini di Indonesia memberikan pelajaran bahwa kerjasama sangat penting. Bahkan partai yang sudah memenangkan pemilu seperti Demokrat dan dapat mengusung sendiri calon presiden tetap masih menggalang kerjasama. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama politik sangat diperlukan. Nilai ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembelajaran IPS di SD dan SMP/MTs.
g) Nilai Perjuangan
Berpolitik adalah berjuang yakni berjuang mewujudkan cita-cita politik yang oleh politisi sering disebutkan sebagai memperjuangkan nasib rakyat agar rakyat sejahtera. Terlepas dari jujur atau tidaknya perjuangan tersebut, yang jelas fakta menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia dewasa ini memperlihatkan adanya perjuangan yang gigih dari setiap partai untuk memenangkan pemilu. Jadi, nilai-nilai perjuangan ini tentunya dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembelajaran IPS.

h) Nilai Bahwa Politik Adalah Seni Segala Kemungkinan
Dinamika politik dewasa ini juga mengajarkan pada kita bahwa politik adalah seni segala kemungkinan. Betapa tidak, kemarin bekerjasama tetapi sekarang harus bersaing atau hari ini memutuskan A tetapi besok B. Memang ini sering juga disebut sebagai bentuk ketidakonsistenan. Tetapi itulah politik yang jelas pelajaran yang dapat dipetik adalah bahwa dalam politik itu tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan itu sendiri.
i) Nilai pentingnya perencanaan yang matang
Patut disyukuri bahwa pelaksanaan pemilu Legislatif telah dilalui dengan selamat. Tetapi tidak dapat dipungkiri secara objektif pelaksanaan pemilu kali ini memang sangat buruk dibandingkan dengan dua pemilu sebelumnya di era reformasi. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya perencanaan pelaksanaan pemilu dan kurangnya koordinasi sehingga berbagai penyimpangan ditemukan misalnya tertukarnya surat suara. Nilai positif yang dijadikan pelajaran dari fenomena ini adalah bahwa apapun yang kita lakukan seharunya dilakukan dengan perencanaan dan koordinasi yang matang. Jadi, nilai ini dapat dijadikan sarana untuk mengajarkan pada siswa tentang perencanaan dan koordinasi.

2. Nilai-Nilai Negatif Integrasi dalam Pembelajaran IPS
Setelah menyajikan nilai-nilai positif yang dapat dijadikan muatan dalam pembelajaran IPS, maka selanjutnya dikaji aspek-aspek negatif dari kehidupan politik dewasa ini di Indonesia. Tentunya aspek negatif ini bukan untuk diajarkan pada siswa dalam arti ditanamkan melainkan diinformasikan pada siswa agar muncul kesadaran untuk tidak mengikuti aspek-aspek negatif dari perkembangan kehidupan politik Indonesia dewasa ini. Adapun aspek-aspek tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a. Siap menang tidak siap kalah
Mayoritas politisi ternyata hanya siap menang tetapi tidak siap kalah. Hal ini terlihat jelas dari pelaksanaan pemilu legislatif beberapa waktu yang lalu yang mana para caleg yang kalah dihinggapi berbagai kejiwaan, misalnya, ada yang stress, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan ada caleg mengabaikan dimensi kemanusiaan yakni setelah kalah, maka sumbangan yang diberikan kepada warga diambil kembali bahkan ada caleg kalah yang mengusir warga dari area pemukimannya. Tentu saja ini adalah perilaku negatif dari kehidupan politik Indonesia yang tidak dapat dicontoh tetapi dapat dijadikan bahan pelajaran bagi siswa melalui IPS agar siswa tidak memiliki sifat tersebut. Dalam sebuah kompetisi selalu ada pemenang dan ada yang kalah. Jadi kalah menang seharusnya diterima sebagai dua hal yang lumrah.
b. Retorika dan janji politik semata
Kehidupan politik akhir-akhir ini penuh dengan retorika terutama pada masa kampanye. Pada umumnya apa yang disampaikan dalam masa kampanye belum tentu dapat dilaksanakan setelah menduduki posisi terhormat sebagai anggota dewan di DPR dan DPRD. Pelajaran yang bisa diambil dari fenomena ini untuk dijadikan bahan IPS agar siswa tidak bersikap demikian adalah bahwa dalam berpolitik harusnya tetap realistis. Jangan hanya mengingat rakyat pada saat rakyat dibutuhkan tetapi kemudian melupakan rakyat setelah memperoleh keinginannya sebagai anggota dewan terhormat.
c. Selalu atas nama rakyat
Terkait dengan aspek di atas, maka salah satu aspek yang juga penting dikemukakan adalah bahwa kehidupan politik dewasa ini tidak pernah sepi dari pernyataan politisi yang berbicara selalu atas nama rakyat. Rakyat yang mana. Semua berbicara mengatasnamakan kepentingan rakyat yakni untuk mensejahterakan rakyat tetapi faktanya, ketika kalah maka apa yang sudah diberikan pada rakyat diambil kembali atau ketika sudah jadi anggota dewan akhirnya melupakan janjinya.
d. Hanya kepentingan partai
Partai seharusnya hanya alat untuk memperjuangkan kepentingan bangsa yang lebih besar yakni kemakmuran rakyat. Tetapi fenomena politik dewasa ini mengajarkan pada kita bahwa politisi kebanyakan hanya mementingkan partainya semata. Harga diri partai dijaga sekalipun mengabaikan kepentingan yang lebih luas. Misalnya keinginan rakyat berdasarkan hasil survey tetap menginginkan duet SBY-JK, tetapi karena harga diri partai maka akhirnya terpisah. Ini adalah pelajaran berharga dalam arti kata untuk pembelajaran IPS menjadi alat penyadaran bagi siswa agar menjauhi sikap seperti itu.
e. Pembunuhan karakter
Sisi paling negatif dari politik adalah pemahaman bahwa politik kadangkala diartikan sebagai upaya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Secara teoritis hal ini memang pernah didoktrimkan oleh Nicollo Machiavelli dari Italia. Tidak mengherankan fenomena politik Indonesia dewasa sering ditemukan upaya menghalalkan cara untuk mencapai tujuan, misalnya melakukan pembunuhan karakter terhadap seorang tokoh. Contohnya adalah sigma negatif terhadap Hidayat Nurwahid yang disebut sebagai penganut Wahabi dan Radikalisme Islam atau stigma negatif yang diberikan pada Megawati di internet. Demikian pula dengan tokoh-tokoh politik lainnya.
f. Hilangnya Kejujuran
Fenomena politik dewasa ini juga menghadirkan sisi negatif yang transparan yakni nilai kejujuran mulai direduksi demi mencapai kepentingan sesaat. Hal in tampak jelas dari prilaku berbagai politisi yang melakukan money politic, padahal hal tersebut nyata-nyata dilarang. Pelajaran yang dapat diberikan pada siswa dari prilaku negatif tersebut adalah bahwa jangan mengorbankan kejujuran hanya demi kepentingan pribadi. Bahkan kejujuran harus ditempatkan di atas segalanya.
g. Saling menyalahkan
Kisruh pemilu legislatif menyimpan berbagai permasalahan yang tidak ringan. Salah satu hal menarik yang dapat dijadikan pelajaran adalah ternyata setelah pelaksanaan pemilu yang dinilai banyak kecurangan, maka muncul sikap saling menyalahkan terutama mengenai DPT. KPU menyatakan bahwa DPS diperoleh pertama kali dari Depdagri, sementara pemerintah mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu sepenuhnya tanggung jawab KPU. Pelajaran yang dipetik adalah rupanya bangsa kita masih harus belajar ‘bertanggungjawab terhadap yang sudah dilakukan’. Dalam konteks pembelajaran IPS, guru IPS dapat memainkan peranan untuk memupuk tanggung jawab siswa berhadap hasil pekerjaan yang sudah dilakukannya, misalnya mengerjakan PR.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar dan damai.
Ini sebuah mementum yang penting dan bersejarah dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia, pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat secara kontitusional maka bergulirlah pula diseluruh wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota dari 33 propinsi di Indonesia dilakukan pilkada langsung tahun 2005 untuk memilih kepala daerah wakil kepala daerah sesuai hati nurani rakyar di daerah masing-masing. Pemimpin-pemimpin terbaik didaerah yang mestinya melaksanakan pemerintahan akan merubah nasib rakyat sesuai yang diingikan olah karena merasa ada tanggung jawab yang harus dikerjakan bukan oleh karena dia berasal dari partai pengusung tertentu memberi porsi yang lebih besar sehingga hak-hak rakyat diabaikan atau kurang diperhatikan, supaya memilih pemimpin yang bukan menetukan nasib kita, melainkan memilih pemimpin itu untuk menentukan nasib kita sendiri sesuai yang dinanatkan Undang-Undang.

Masih rendahnya kesadaran masyarakat berpolitik,sehingga mengakibatkan kekacauan,intimidasi bahkan pengerusakan terhadap aset Negara dan kepentingan masyarakat umum lainnya menjadi target sasaran sobjek oleh kelompok massa. karena setiap kali ada pilkada pasti menuai konflik rasa ketidak puasannya yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap hasil keputusan KPUD (lembaga yang memiliki kewenangan hukum bertanggungjwab) atas keputusan pleno hasil perhitungan suara yang dimenangkan oleh kelompok tertentu dianggap/diduga penuh dengan syrat KKN tidak diterima dan untuk diselasaikan secara adil dan benar melalui jalur hukum dibawah ke Mahkamah Konstitusi (MK) gugatan pun dianulir karena tidak didak terbukti menjadi pelanggaran hukum ini menjadi pemicu konflik akar lahirnya sebuah permasalahan yang tidak bisa diselasaikan dan akan mengganggu ketidak efektifitas jalannya roda pemerintahan lima tahun kedepan karena bagaimanapun keberhasilan pembangunan di daerah sangat membutuhkan dukungan partisipasi dari segenap warga masyarakat dukungan tersebut akan efektif mana kala diantara sesama elemen masyarakat sipil tidak dihadapkan pada masalah konflik dan perpecahan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka rekonseliasi terhadap segenanap masyarakat sipil khususnya yang berpotensial untuk terlibat konflik pasca pilkada, menemukan urgensinya. Rekonsiliasi tersebut merupakan PR bagi kepala daerah terpilih agara ada jaminan bahwa roda pemerintahan lima tahun kedepan dapat berjalan mulus, hal yang sama juga harus menjadi perhatian bagi para pihak yang menjadi pemimpin (Leaders) dalam pengembangan masyarakat sipil di Indonesia di samping punya makna dalam menggalang perwujudan masayarakat sipil yang kuat,yang pada saatnya nanti akan mampu mengawal kehidupan demokrasi ditingkat lokal keberhasilan rekonsiliasi tersebut diharapkan akan memotong siklus penguatan potensi konflik antar masyarakat sipil membangun integrasi sosial pasca pilkada secara cepat diharapkan merupakan preseden baik bagi berlangsungnya hajatan politik minus konflik dan perpecahan sosial yang berkelanjutan pada masa mendatang. ini perlu dicermati oleh semua pihak khususnya para pemimpindan pendukungnya yang sudah menerima kepercayaan dari masyarakat menjadi orang nomor satu kepala daerah di suatu wilayah tertentu. Menjadi tantanga berat menjalankan pemerintahannya supaya menjadi penting untuk di pedomani kita belajar dari nilai-nilai positif maupun negatif demokrasi dan pilkada langsung kita tularkan/pertahankan adalah yang baik, sedangkan yang negatif tidak diwariskan kepada generasi berikut atau anak cucu dinegeri ini. Hal ini dapat integrasikan kedalam pembelajaran IPS di sekolah menjadi pembelajaran bermakna dan berkrakter mendidik siswa agar lebih berguna mejadi manusia yang cerdas, kreatif dan bermartabat dalam masyarakat demokrasi Pancasila.

B. Saran
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi suri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
2. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
4. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip-prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

M.Ma’ruf (Menteri Dalam Negeri ) 22 pebruari 2005.Optimisme Hadapi Pilkada Langsung,www.kompas com edisi selasa
Marwadi,Irvan,2009 Gugatan Hukum Dalam Pemilu,2009. www.berpolitik.com
-------------2007 Anatomi, Konflik Dalam Pilkada www ippr or.id Kamis 15 maret 2011
Meribeth Erb an Priyanbudi Sulistyanto, 2006, Deefening Democracy In Indonesia: Direct For Local Leader ( Pilkada). Dalam Kegiatan Workshop in Singapura. Pada 17-18 May 2006. National University.
Mohammad Najib, Kendala KPUD Dalam Penyelenggaraan Pilkada
Nana Sudjana dan Wari Suariyah, 1992. Integrasi Pendidikan Kependudukan dalam Pengajaran Bidang Studi IPS, PMP di Sekolah Dasar Panduan untuk Guru. Bandung: Sinar Baru.
National Council for the Social Studies. 1994. www.socialstudies.org. Tanggal 14 Maret 2011.
Richard M. Ketchum (Ed), 2004, Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia. Yogyakarta:.Futuh Prinka.
Rozaki, Abdur dan Ridwan, Nur Khalik. 2008. Pemberdayaan Politik Perempuan Lintasagama. Yogyakarta: LSIP.

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PENGARUH PERGAULAN TERHADAP PERILAKU KEKERASAN DI KALANGAN PELAJAR

BAB.I
PENDAHULUAN


A .Latar Belakang

Pelajar sebagai bagian masyarakat yang terdidik mempunyai kedudukan yang cukup strategis, karena sebagai calon inteletual muda mereka mampu menjadi agen perubahan sosial (social change ), sekaligus pemberdayaan masyarakat. Sejarah peran pelajar seperti (KAPPI) telah menunjukkan betapa pentingnya peranan pelajar sebagai motor penggerak sebuah perjuangan. Namun di sisi lain pelajar juga mengemban tugas berat untuk kehidupan masa depannya, untuk itu pelajar perlu memberdayakan dirinya melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan jaman, kenakalan dan kejahatan oleh remaja semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Kartini Kartono, (1986 : 3). di kota-kota industri dan kota besar yang berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada masyarakat primitif atau di desa-desa. Dengan demikian ada korelasi antara kemajuan industri dan perkembangan kota dengan meningkatnya berbagai tindak kejahatan, termasuk tindak kejahatan oleh remaja dan pelajar
Gangguan pada remaja (childhood disorders) akan menimbulkan gangguan pada diri pelakunya dan masyarakat, yang bila tidak segera diatasi akan berkembang menjadi kejahatan remaja (juvenile delinquency). Menurut Kartini, (1986 : 4) kejahatan yang dilakukan remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Selanjutnya perbuatan ini juga dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Karena penyakit sosial adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Gejala ini hampir selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka disebut sebagai pathologi sosial, yang menyebabkan struktur sosial terganggu.
Gangguan terhadap pemuda remaja atau pelajar akan mudah terjadi karena biasanya anak-anak remaja kurang memiliki kontrol diri, suka menegakkan standar tingkah lakunya sendiri dan egoistis, serta terkadang suka meremehkan orang lain. Tindakan yang menyimpang ini dilakukan, pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Kekerasan terjadi dimulai dari perbedaan pendapat dan selanjutnya konflik dan puncaknya kekerasan fisik. Pada diri remaja kekerasan fisik selalu menonjol karena gejolak darah mudanya lebih besar.
Sedangkan munculnya perilaku kekerasan pada khususnya, dan perilaku menyimpang pada umumnya, menurut Sutomo, (1995 : 31) bukan berarti pelakunya tidak mengetahui aturan, maka pertanyaan penting adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu bahwa yang dilakukan adalah melanggar aturan., Berbicara tentang motif yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan ada beberapa faktor antara lain :
1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.
4. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.
5. Kecenderungan pembawaan yang pathologis atau abnormal.
6. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.(Kartini Kartono, 1986 :10).

Dari pendapat tersebut diatas, faktor situasi atau lingkungan dan pengaruh pergaulan cukup penting dalam memberikan dorongan akan munculnya perilaku kekerasan dalam diri remaja.
Sementara menurut pendapat Emil H. Tambunan, (1982 : 23) bahwa beberapa faktor dari luar turut mempengaruhi anak itu, faktor dari luar itu termasuk lingkungan, atau masyarakat setempat. Jadi masalah kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi masyarakat Soejono Soekanto, (1976 : 12). Dengan demikian berbicara mengenai faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, maka masyarakatlah yang menentukan baik buruknya remaja.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan dengan berbagai keterbatasan baik waktu, tenaga, kesempatan dan dana, sehingga tidak mungkin meneliti semua faktor penyebab munculnya perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Disamping itu, kedua faktor tersebut secara nyata banyak dikaitkan dengan munculnya kekerasan. Dalam hal ini adalah situasi lingkungan dan pergaulan yang yang mengalami gangguan, seperti timbul keretakan hubungan sosial akibat tidak ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Karena kenakalan remaja terutama terjadi karena tidak ada persesuaian cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Terlebih lagi di era sekarang ini, semakin sulit seseorang bisa memperoleh berbagai sarana yang dibutuhkan, sebagai akibat munculnya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial yang semakin tajam. Pergolakan dan pertikaian di lingkungan masyarakat ini terkadang juga menjengkelkan bagi remaja, sehingga melakukan semacam perlawanan dan pemberontakan, maka perilaku kekerasan tidak bisa dihindari. Demikian juga pergaulan remaja yang semakin tidak terkontrol oleh orang tua juga semakin nyata terjadi, sehingga timbul dampak yang kurang baik, bahkan dapat menjerumuskan remaja dalam berbagai tindak kriminal.
Dalam hal ini difokuskan remaja pelajar, karena seharusnya pelajar dapat memberikan contoh baik bagi remaja pada umumnya sebagai generasi penerus calon inteletual, namun kenyataannya justru pelajar yang sering memberikan contoh adanya kekerasan, seperti munculnya perkelahian pelajar. Pelajar seharusnya jauh dari perilaku kekerasan, tetapi kenyataannya justru banyak melakukan tindakan kekerasan dan pelangaran ketertiban lainnya. Kesenjangan inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian dan kajian tentang perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Secara normatif kedudukan pelajar di mata masyarakat diposisikan tinggi dibanding remaja lain yang tidak sekolah, maka idealnya mempunyai sikap dan perilaku yang terpuji dan jauh dari perilaku kekerasan fisik.

B. Rumusan Masalah
Titik tolak penelitian selalu berangkat dari masalah. Tanpa masalah penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Menurut Sutrisno Hadi, (1973 : 4) masalah adalah kesulitan-kesulitan dalam menghadapi sesuatu, adapun masalah umumnya bersumber dari sebab yakni : orang kurang tahu memecahkan masalah dan orang kekuaranangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, (1990 :34) masalah adalah setiap kesulitan-kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah harus bisa dirasakan sebagai suatu rintangan yang harus dilalui. Dengan demikian masalah menuntut adanya pemecahan masalah, dan salah satunya dengan jalan penelitian, maka salah satu tujuan penelitian adalah memecahkan masalah.
Selanjutnya menurut Muhammad Hatta (1967 : 14) mengemukakan bahwa ; masalah adalah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya, orang tidak puas hanya dengan melihat saja melainkan ingin mengetahuinya lebih dalam. Dengan dirumuskannya masalah, maka akan memudahkan dalam penyelesaian masalah.
Disusunya rumusan masalah bertujuan untuk membatasi penelitian dalam fokus tertentu sesuai dengan topik penelitian. Fokus penelitian ini untuk membatasi peneliti dalam memperoleh data-data akurat karena dengan fokus seorang peneliti mengetahui persisi data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana tidak diperlukan.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.?






















BAB .II

KAJIAN PUSTAKA


Sebelum membahas lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan dulu tentang konsep dan teori. Menurut Kerlinger, (1977 : 14) teori adalah segugus konsep, definisi dan proporsi yang berhubungan yang menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang gejala dengan merinci hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena . Sedangkan menurut Sofian Effendi, (1987 : 12) sarana pokok utama untuk menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti adalah teori yaitu rangkaian yang logis dari satu proporsi atau lebih .
Jadi teori adalah serangkaian hubungan yang sistematis antara gejala atau fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti dengan proporsi yang logis dan merupakan pasangan mengenai gejala serta menerima hubungan antara gejala sosial dan observasi yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini akan dipaparkan teori tentang : perilaku kekerasan di kalangan pelajar, situasi lingkungan, teman pergaulan dan pernan keluarga:
1. Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar.
Perilaku kekerasan pelajar adalah bagian dari kenakalan remaja pada umumnya, dalam hal ini sebagai perilaku remaja yang melanggar aturan, norma atau moral masyarakat, yang menimbulkan konflik antara pribadi atau kelompok-kelompok pribadi atau dengan masyarakatnya. Diantara ciri utama perilaku nakal adalah anti sosial, yang antara lain berbentuk vandalisme (perilaku iseng yang menimbulkan gangguan), perilaku merusak harta benda, melanggar tata tertib, membolos, narkoba, perkelahian atau tindakan kekerasan. Segala perilaku tersebut bila dibiarkan bisa menjadi tindakan kriminal.
Generasi muda merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia yang telah ditempatkan posisinya sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional. Idealnya perilaku generasi muda yang sebagian besar pelajar, adalah sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, bukan sebaliknya bertindak menyimpang dari norma-norma yang ada. Dalam kehidupan remaja atau pelajar selalu dihadapkan pada tiga kutub yakni peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sedangkan interaksi dari ketiga kutub itu akan menentukan perilaku pelajar itu positif atau negatif. Skema dibawah dapat menerangkan fenomena tersebut :









Menurut Kartini Kartono (1986 : 111), penyebab munculnya tindakan kekerasan di kalangan remaja dan pelajar adalah dua faktor : faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar. Tingkah laku remaja atau pelajar merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar dalam bentuk ketidak mampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Para pelajar dengan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang salah dalam bentuk aggresi, pelanggaran, perkelahian, kekerasan dan tindak kriminal lainnya. Pelajar sebagai yang berjiwa muda terkadang tidak mampu mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai permasalahan dan kesulitan yang dihadapi. Terlebih lagi dihadapkan pada pengaruh dunia luar yang secara kualitas meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.
Menurut Kusnadi (1995 : 307), Masalah perkelahian pelajar tampaknya cenderung menjadi permasalahan kian dilematis belakangan ini. Hal ini sulit dibasmi karena suasana dilematis dan klasik dimana pemuda mudah emosional. Namun disisi lain, lingkungan semakin tidak mendukung terkendalinya sifat emosional pemuda. Hal ini sangat kurang diperhatikan oleh para orang tua, sehingga di kota-kota besar perkalihan pelajar cenderung meningkat baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang menjadi persoalannya bukan pada baku hantamnya, tetapi kadang-kadang akibat yang ditimbulkan yang menjurus pada tindak kekerasan fisik dan pengrusakan berbagai fasilitas umum.
Dalam banyak kasus, perkelahian pelajar terkadang disebabkan masalah-masalah yang sepele, dari masalah “cewek”, ejek-mengejek sepulang sekolah, sampai masalah kericuhan pertandingan antar sekolah. Tidak jarang pula, diluar jam-jam sekolah, banyak pelajar yang bergerombol , kongkow-kongkow, sehingga mengundang keisengan yang pada gilirannya menjadi awal perkelahian pelajar. Demikian pula banyaknya waktu luang bagi siswa, besar kemungkinan menjadi faktor penyebab perbuatan macam-macam. Apalagi kurikulum pelajar menengah yang kurang dirangsang pada kegaiatn ekstrakurikuler yang sifatnya ilmiah, namun justru kegiatan kurikuler berbentuk kegitan yang memancing terjadinya keributan, seperti pertandingan olah raga.
Pendapat lain dikemukakan oleh Melly G. Tan (1995 : 308), dewasa ini telah terjadi dehumanisasi yang merasuki sebagian pelajar akibat pengaruh kuatmedia informasi, baik film maupun media massa. Dalam hal ini pengaruh film-film yang kurang mendidik yakni penuh adegan vulgar, sadis, penuh kekerasan, serta adegan banyolan konyol yang merupakan sumber ejek-mengejek. Bahkan pengaruh film kelabu juga dapat mengakibatkan efek berantai terhadap sifat dasar remaja yang selalu ingin tahu dan mencobanya. Pengaruh alkohol dan narkoba, selalu dimulai coba-coba dan ingin tahu, tetapi kemudian menjadi kecanduan. Bila hal ini terjadi maka sulituntuk bisa mengendalikan diri dan terjadilah berbagai tindakan kekerasan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis, adalah perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja. Muncullah berbagai tindakan kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan tindakan kriminal lainnya. Dalam kajian faktor eksternal sebagai penyebab tindakan kriminal dapat dibedakan dalam faktor : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan alam sekitarnya.
Remaja atau pelajar yang masih dalam pancaroba mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus, antara lain : rasa kasih sayang, rasa aman, rasa dihargai, rasa kebebsan yang sesuai dengan masanya, rasa ingin tahu, ingin mengenal, serta ingin belajar dan mempelajari sesuatu yang baru. Dalm kenyataannya, sering kebutuhan para pelajar tidak terpenuhi karena terhalang oleh keadaan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Bila dalam diri pelajar sanggup menyesuaikan diri dalam menghadapi problem-problem, maka akan berkembang secara wajar. Namun sebaliknya jika tidak mampu beradaptasi terhadap berbagai permasalahan, maka keadaan emosinya terganggu, dan terjadilan berbagai tindak kekerasan di kalangan pelajar.

2. Situasi Lingkungan
Situasi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan cenderung juga akan menimbulkan perilaku menyimpang dan kerawanan sosial. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah hiburan malam yang berlebihan, minum-minuman keras dan narkoba, prostitusi, pornografi dan tindakan kekerasan lainnya. Pelajar merupakan generasi muda yang lahir dari keluarga yang tumbuh dan berkembang, serta berinteraksi dalam lingkungan pergaulan masyarakat, akan berreaksi dan memberikan respon terhadap situasi yang terjadi pada lingkungannya.
Menurut pendapat Gerungan ( 1991 : 82), situasi sosial pada diri sendiri sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiaan individu dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang sama apabila dalam keadaan sendirian; yakni situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyama-ratakan pendapat-pendapat orang yang ada di dalamnya. Jadi situasi sosial seseorang akan mempengaruhi proses yang berlangsung dalam diri individu, baik dalam keputusan, perilaku maupun tindakan yang dilakukan.
Kondisi keluarga atau orang tua dapat diartikan dalam konteks yang luas yakni tidak hanya orang tua di rumah, melainkan juga di luar rumah. Peran orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam upaya pencegahan dan penanganan perilaku menyimpang remaja atau pelajar. Keluarga harus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan sehat remaja, yakni suasana keluarga yang harmonis (sakinah). Sebaliknya keluarga yang tidak baik atau harmonis, maka resiko anak mengalami gangguan kepribadian dan perilaku menyimpang lebih besar, kondisi keluarga yang dimaksud sebagai berikut : broken home, kesibukan orang tua yang melupakan keluarga, hubungan interpersonal yang buruk dan keluarga kurang kasih sayang.
Lingkungan keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Karena di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Adapun indikator lingkungan keluarga yang kurang mendukung antara lain : ada tidaknya kondisi broken home, perlindungan yang berlebihan terhadap anak (memanjakan),penolakan orang tua (orang tua tidak bertanggung jawab), pengaruh buruk dari orang tua, sehingga anak ikut-ikutan.
Sedangkan lingkungan sekolah sebagai faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja dapat dirunut dari beberapa aspek, yang antara lain : bangunan tidak memadai, kurang ada tempat bermain, dan berbagai sarana yang terbatas. Akibatnya anak-anak remaja merasa tertekan, apalagi kurikulum yang belum memadai, sehingga kegiatan sekolah hanya duduk dan dengar, tanpa ada kegiatan yang lain. Disamping itu, masyarakat sekitar sekolah juga cukup besar pengaruhnya, sebagai misala lingkungan sekitar SMK Negerei 1 Kalabahi adalah komplek pedagang kakilima, di juga komplek Stadion Kalabahi yang penuh hiruk pikuk juga akan berdampak pada sikap dan perilaku pelajar SMK Negeri 1 Kalabahi

3. Teman Pergaulan
Sejak individu itu dilahirkan di dunia ia selalu berinteraksi dengan individu-individu yang lain di dalam kelompoknya, sehingga dapat membentuk individu menjadi person dan mengubah sifat-sifat aslinya menjadi sifat-sifat kemanusiaan. Hal-hal tersebut terjadi pada suku-suku yang masih sederhana maupun orang-orang modern yang hadir di kota-kota besar selalu berinteraksi diantara teman pergaulan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu. Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara, menengah sampai dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35), ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan hubungan dimana masing-masing memajukan taraf kehidupannya dan saling menyempurnakan martabatnya. Di samping itu pula ada pergaulan yang bentuknya cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif, misalnya hura-hura.
Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ (1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau generasi muda.
Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-temannya berbuat begitu.
Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada kelompok sosial. Kelompok sosial dapat digolong-golongkan pula ke dalam macam-macam jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling berhubungan erat. Contohnya adalah keluarga, kelompok bermain, kelompok pergaulan dan sebagainya. Sedangkan kelompok pergaulan sekunder menurut Gerungan ( 1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formil dan kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan objektif rasional. Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya sekelompok kawan-kawan atau keluarga, dan kelompok pergaulan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai peran yang positif pula.
Adapun peran positif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 75) antara lain :
1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok tertentu, hal mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.
2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung pada siapapun.
3. Di dalam kelompok tersebut individu dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang wajar dari rekan-rekannya sekelompok.
4. Kelompok memungkinkan individu mengembangkan kemampuan dalam ketrampilan-ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong individu untuk bersikap tindak secara dewasa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.
Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinantumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 76) antara lain :
1. Kelompok mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang dikembangkan secara pribadi.
3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
4. Kesetiaan erhadap kelompok kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan orang tua, saudara atau kerabat.
5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
6. Suatu kelompok mendorong anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
7. Kadang-kadang ada yang menghambat motivasi perkembangan yang dipengaruhi kelompok.
8. Tuphemisme dipengaruhi kelompok tertentu.

Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para pelakunya, karena dapat mengganggu kelancaran hidup, bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan.
Setiap individu dalam pergaulan tidak selalu dapat disamakan, karena setiap individu mempunyai kepribadian dasar masing-masing yang sesuai dengan sifat, latar belakang yang berbeda-beda untuk setiap orang. Dengan demikian setiap pribadi akan menampilkan dengan cara yang berbeda. Perbedaan adalah penampilan yang khas, itulah yang menjadi sebab daripada tindak tanduk setiap individu yang beraneka ragam dan menyulitkan pengertian orang lain. Maksud dan indak tanduk seseorang tidak mudah ditafsirkan oleh orang lain, bahkan bagi diri sendiri hal ersebut sering tersembunyi dan tidak disadari, dan terjadilah salah paham.
Akhirnya salah paham dan salah pengertian hanya akan menimbulkan perselisihan, pertengkaran dan kekerasan fisik. Untuk menhindari kejadian tersebut, harus diperhatikan beberapa faktor dalam pergaulan sebagai berikut :
1. Pengenalan individu lain : mengenal individu lain bahwa tidak sama dengan diri kita sendiri. Mengenal individu lain berarti berusaha mengetahui sifat-sifat sikap pandangan dan latar belakangnya yang telah membentuk individu lain itu dan yang mendasari kepribadiannya maupun tingkah lakunya.
2. Pengertian terhadap individu lain : mengerti bahwa individu lain memiliki ciri khas, sifat khusus dan latar belakang masing-masing. Adanya perbedaan ini tidak berarti bahwa perbedaan tersebut perlu diubah dengan maksud agar orang lain dipaksa menyamakan dirinya dengan diri kita.
3. Dalam pergaulan, pada setiap individu perlu adanya keterbukaan dari menerima, melalui pertimbangan, apa yang diberikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat dan pandangan, membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain demi satu kelancaran komunikasi yang baik.
Dengan demikian seseorang mau masuk dalam kelompok pergaulan harus dapat memahami, menerima akan adanya perubahan-perubahan serta adanya peraturan. Bagi generasi muda, kelompok pergaulan ini sangat efektif untuk transformasi berbagai pengetahuan, termasuk didalamnya tindakan dan perilaku pelanggaran dan kekerasan.







BAB .III
METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian
Lolasi yang menjadi objek penelitian adalah di SMK Negeri 1 Kalabahit tentang Faktor Lingkungan dan Pengaaruh Pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar (Suatu Survei) terhadap Siswa SMKNegeri 1 Kalabahi di Desa Lendola Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi-NTT. waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan 1 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2011
B. Jenis Dan Metode Penelitia
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif karena dalam penelitian peneliti berupaya menggambarkan,memaparkan penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan dikangan remaja.sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996 :73),bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan objek penelitian.
C.Subjek Penelitian
Untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang penyebab terjadinya perilaku tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja pelajar,pemilih dan menentukan subjek penelitian.Dalam penelitian ini teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan adalah teknik purposive,yaitu penentuan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan atau criteria tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian berdsarkan atas kriteri-kriteria dengan tujuan agar subjek penelitian tersebut dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya. adapun yang menjadi kriteria penelitian dalam menentukan subjek penelitian ini adalah : perilaku kekerasan dikalangan pelajar dilakukan dengan pembinaan secara periodic

D.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Untuk memperoleh data reprensentatif maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara.Menurut Lexy J.Moleong (2002 :135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu Pewawancara,yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee ).wawancara akan dilakukan kepada anak didik yang telah melakukan tindakan kekerasan untuk mendapatkan data langsung dari subjek penelitian
Sedangkan teknik yang dipergunakan untuk wawancara ini adalah teknik wawancara bebas terpimpin yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan jadi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengam situasi ketika wawancara berlangsung agar tidak terkesan kaku.peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin agar nantinya dalam pelaksanaan dan untuk pendalaman yang lebih lanjut dari pentingnya penelitian.

2. Dokomentasi
Metode dokomentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, nutulen rapat, agenda, dan sebagainya. (Sumarsini Arikento, 2002 : 2006) dokumen berkaitan dengan masalah penelitihan ini diperoleh di SMK negeri 1 Kalabahi.dokumen tersebut yaitu segala dokumentasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.seperti latar belakang keluarga remaja pelajar perilaku tindak kekerasan,latar belakang semua data yang berhubungan dengan status remaja pelajar.

E.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah analisis induktif.analisis ini menilai dan menganalisis data-data yang telah di fokuskan yaitu faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar di SMK Negeri 1 Kalabahi.analisis induktif digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus untuk selanjutnya di tarik kesimpulan yang objektif sesuai dengan fakta di data, di angket untuk mudah pengembangan dua atau lebih kemudian hasil akhir lalu dikualifikasikan kembali (Suharsini Arikento,1992 : 208) langka-langka menganalisis data untuk menghasilkan kesimpulan induktif pada penelitian kualitatif meliputi reduksi,kategorisasi,dan unitisasi,display data,dan pengambilan kesimpulan.proses analisis data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dengan pelajari data yang diperoleh dalam penelitian secara apa adanya kemudian di interpretasikan secara kualitatif untuk mengambil kesimpulan dengan menggunakan prinsip induktif.analisis induktif ini digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan umum dan objek,dengan demikian peneliti berangkat dari hal-hal yang harus untuk memperoleh kesimpulan umum.Adapun proses atau langka-langka yang diambil dalam analisis data (Sampiah Faisal 2001:256-258) ini adalah :
1. Reduksi Data .
Data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi merupakan data urutan yang bersifat acak-acakan,untuk itu penelitimelakukan pemecahan dat relavan untuk disajikan dengan memilki data yang dapat menjawab permasalahan mengenai factor penyebab factor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.


2 . Unitisasi Kategorisasi.
Data yang telah disediakan di pilih tersebut kemudian disusun secara sistimatis kedalam unit-unit sesuai dengan sifat masing-masing dengan data menonjolkan hal-hal pokok dan penting unit data yang telah dikumpul,dipilih kembali dikerjakan sesuai kategori yang ada sehingga dapat mengahasilkan gambaran yang jelas.
3 Display Data.
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi mengadakan laporan sistimatis.dat disajikan dalam bentuk narasi berupa infomasi mengenai penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar
4. Penelitian Kesimpulan
Dengan melihat kembali tujuan yang dicapai mak data yang telah dikumpulkan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif untuk memperoleh data yang objektif kesimpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara melihat kembali tidak menyimpang dari permasalahan peneliti.





BAB .IV
Kesimpulan Dan Saran
A.Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menelaa dari berapa kajian literaratur ini bahwa faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekarasan dikalangan pelajar oleh bebarapa pendapat masih sangat relavan dengan kondisi saat ini oleh karena itu orang tua, guru, dan masyarakat mempunyai peranan dan tanggung jawab yang strategis mengawasi serta memberi perhatian yang sesunggunya dalam segala aktivitasnya merupakan komunikasi efektif melakukan hubungan interaksi social baik secara internal maupun eksternal terhadap suatu keinginan/tindakan terhadap diri maupun terhadap orang lain itu benar-benar suatu hal yang sangat positif sehingga harapan dan keyakinan masa depan anak itu memiliki nilai dan moral yang baik terhadap dirinya maupun orang lain, terlebih lagi bagi orang tua maupun keluarga.
Hal ini dapat dilakukan sedini mungkin.melalui berbagai pembinaan skala periodik dapat membentengi penyimpangan perilaku moral agar anak tidak dilematis mengambil suatu keputusan/tinadakan moral untuk mencapai suatu keinginan atau, dan tindakan itu tidak terjebak dalam hal-hal negative akibat dari suatu kemajuan arus perubahan globalisasi.maka orang tua perlu menyadari bahwa ekspresi anak dalam mengaktualisasikan diri dalam berbagai hal semua tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh anak dalam situasi sekarang ini adalah sebuah kemajuan yang penuh dengan persaingan harus diterima dengan positif namun dibalik dari itu akan membawa suatu respons rasa ketidak puasan atau kekecewaan anak terhadap keinginan, tidak dicermati dengan baik maka hal itu akan membawa dampak psikologis bagi anak membrotak membuat mental perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan moral meninggalkan rasa kesal dan tertekan batinia bila ia rasa aman mecari teman untuk menyelesaikan probelema sosial
B.Saran.
1. Bagi Masyarakat :
a. Diperlukan usaha penciptaan kondisi keluarga yang baik di segala bidang seperti peningkatan kesejateraan keluarga dan pembinaan melalui pendidikan agama dapat di intensipkan
b.Di perlukan pengawasan,perlindungan dan pembinaan terhadap pertumbuhan dan kepribadian anak agar perkembangan mental dan fisiknya serasi,selaras dan seimbang
2. Bagi Pemerintah :
Diperlukan kerjasama dan upaya pemerintah untuk menekan seminimal mungkin potensi yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang terjadi di kalangan antar pelajar melalui instansi-instansiyang terkait dengan pendidikan anak

3 Bagi Mahasiswa :
• Mahasiswa sebagai generasi muda pemikir dan pembaharu harus selalu tanggap dan kritis serta memberi solusi terhadap setiap fenomena –fenomena social yang terjadi di sekitar kita terutama masala yang menjadi sasaran objek komersilisasi hak anak
• Penulis menyadari bahwa proposal penelitianTentang Faktor Lingkungan Dan Pengaruh Pergaulan Terhadap Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar ini masih ada kekurangan dalam penulisan sehingga belum memenuhi harapan para pembaca, untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan ini maka,segala usul saran, kritik,maupun pendapat dari teman-teman yang sifatnya konstruktif penulis sangat mengharapkan, terima kasih….Amin














DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Buku
Bambang Y.Mulyana (1984 ) Pendekatan analisis kenakalan anak Remaja Jakarta Kanasius
Bambang Walgito (1982) Kenakalan anak Jogyakarta Yayasan Penerbit FakultasPsikologis UGM
Gerson W.Bawengan (1983) Masalah kejahatan dengan sebab akibat Bandung Pranya Pramita
Hari Suraji (1980) Teknik integral criminal Jakarta Aksara Baru dan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Jamil Salim,(2003).Kekerasan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Kartini Kartono (199) Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Bandung Pradnya Pramita
Lexy JMoleong (2000) Metodeelogi penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakrya.
Soedarsono (1990) Kenkalan Remaja Jakarta Renaka Cipta
Umiyati (1996) Skripsi Latar Belakang JogyakartaKenakalan RemajaUpaya pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Anak Kutaarjo Yogjakarta : UNY
……………. ( Kitab Undang-Undang Pidana.Jakarta : Bina Aksara
……………. ( Kitab Undang-Undang Perdata Jakarta : Ghlaia Indonesia

B.Surat Kabar
Pos Kupang,…….
Tiomor Ekspres….
Alor Pos…………..
C.Perundang-Undangan
UU.No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Convention UU.No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejateraan Anak
UU.No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 Tentang Pengesahan On The Right of the Child











Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di tandai dengan globalissasi informasi di segala bidang dan semakin mudanya masyarakat untuk mendapatkan berbagai macam informasi.
Salah satunya media informasi yang memberikan kemudahan dalam mencari informasi adalah internet, kehadiran internet dengan berbagai fasilitasnya beragam semakin diminati oleh masyarakat.memang harus kita akui dengan internet masyarakat bisa mendapat kemudahan dalam mengakses informasi yang di perlukan dalam waktu cepat.dengan hadirnya internet menjadikan dunia kita tersa kecil,jarak bukan lagi hambatan akan tetapi selain membawa dampak positif internet juga membawa dampak negative salah satu dampak negative internet adalah terdapat situs porno di internet.fonomena kehadiran situs situs porno ini mengawatirkan masyarkat bisa mengakses situs porno di bilik bilik warnet akibat kemudahan dan kemurahan ini siapapun bisa menikmatinya termasuk anak anak.materi dalam situs porno ini yang dilihat oleh anak anak akan terekam dan membawa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak mempengaruhi tindakan mereka itu merupakan hal yang logis mengingat anak adalah golongan yang labil bergerak dan berkembang serta ingin tahu,ingin mencoba dan ingin merekam meskipun itu merupakan tindakan negative secara psikologis seorang remaja berusia 12-21 tahun













DAFTAR ISI


BAB: I. Pendahuluan Halaman
A.Latar Belakang……………………………………………… 1
B.Rumusan Masalah…………………………………………... 5
C.tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………………... 6 BAB:II.Tinjauan Pustaka
A.Perilaku Kekerasan Di Kalangan Pelajar……………………. 7 B.Situasi Lingkungan …………………………………………. 12
C.Teman Pergaulan……………………………………………. 14
D.Defenisi Konsepsional……………………………………... 20
E.Defenisi Operasional………………………………………… 21
BAB:III.Metode Penelitian
A.Jenis Penelitian……………………………………………… 22
B.Populasi Dan Sampel……………………………………….. . 22
C.Teknik Pengambilan Sampel………………………………… 24
D.Teknik Pengumpulan Data…………………………………... 24
E.Metode Analisis Data………………………………………... 26
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran…………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA

BAB.I
PENDAHULUAN


A .Latar Belakang

Pelajar sebagai bagian masyarakat yang terdidik mempunyai kedudukan yang cukup strategis, karena sebagai calon inteletual muda mereka mampu menjadi agen perubahan sosial (social change ), sekaligus pemberdayaan masyarakat. Sejarah peran pelajar seperti (KAPPI) telah menunjukkan betapa pentingnya peranan pelajar sebagai motor penggerak sebuah perjuangan. Namun di sisi lain pelajar juga mengemban tugas berat untuk kehidupan masa depannya, untuk itu pelajar perlu memberdayakan dirinya melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan jaman, kenakalan dan kejahatan oleh remaja semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Kartini Kartono, (1986 : 3). di kota-kota industri dan kota besar yang berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada masyarakat primitif atau di desa-desa. Dengan demikian ada korelasi antara kemajuan industri dan perkembangan kota dengan meningkatnya berbagai tindak kejahatan, termasuk tindak kejahatan oleh remaja dan pelajar
Gangguan pada remaja (childhood disorders) akan menimbulkan gangguan pada diri pelakunya dan masyarakat, yang bila tidak segera diatasi akan berkembang menjadi kejahatan remaja (juvenile delinquency). Menurut Kartini, (1986 : 4) kejahatan yang dilakukan remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Selanjutnya perbuatan ini juga dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Karena penyakit sosial adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Gejala ini hampir selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka disebut sebagai pathologi sosial, yang menyebabkan struktur sosial terganggu.
Gangguan terhadap pemuda remaja atau pelajar akan mudah terjadi karena biasanya anak-anak remaja kurang memiliki kontrol diri, suka menegakkan standar tingkah lakunya sendiri dan egoistis, serta terkadang suka meremehkan orang lain. Tindakan yang menyimpang ini dilakukan, pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Kekerasan terjadi dimulai dari perbedaan pendapat dan selanjutnya konflik dan puncaknya kekerasan fisik. Pada diri remaja kekerasan fisik selalu menonjol karena gejolak darah mudanya lebih besar.
Sedangkan munculnya perilaku kekerasan pada khususnya, dan perilaku menyimpang pada umumnya, menurut Sutomo, (1995 : 31) bukan berarti pelakunya tidak mengetahui aturan, maka pertanyaan penting adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu bahwa yang dilakukan adalah melanggar aturan., Berbicara tentang motif yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan ada beberapa faktor antara lain :
1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.
4. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.
5. Kecenderungan pembawaan yang pathologis atau abnormal.
6. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.(Kartini Kartono, 1986 :10).

Dari pendapat tersebut diatas, faktor situasi atau lingkungan dan pengaruh pergaulan cukup penting dalam memberikan dorongan akan munculnya perilaku kekerasan dalam diri remaja.
Sementara menurut pendapat Emil H. Tambunan, (1982 : 23) bahwa beberapa faktor dari luar turut mempengaruhi anak itu, faktor dari luar itu termasuk lingkungan, atau masyarakat setempat. Jadi masalah kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi masyarakat Soejono Soekanto, (1976 : 12). Dengan demikian berbicara mengenai faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, maka masyarakatlah yang menentukan baik buruknya remaja.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan dengan berbagai keterbatasan baik waktu, tenaga, kesempatan dan dana, sehingga tidak mungkin meneliti semua faktor penyebab munculnya perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Disamping itu, kedua faktor tersebut secara nyata banyak dikaitkan dengan munculnya kekerasan. Dalam hal ini adalah situasi lingkungan dan pergaulan yang yang mengalami gangguan, seperti timbul keretakan hubungan sosial akibat tidak ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Karena kenakalan remaja terutama terjadi karena tidak ada persesuaian cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Terlebih lagi di era sekarang ini, semakin sulit seseorang bisa memperoleh berbagai sarana yang dibutuhkan, sebagai akibat munculnya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial yang semakin tajam. Pergolakan dan pertikaian di lingkungan masyarakat ini terkadang juga menjengkelkan bagi remaja, sehingga melakukan semacam perlawanan dan pemberontakan, maka perilaku kekerasan tidak bisa dihindari. Demikian juga pergaulan remaja yang semakin tidak terkontrol oleh orang tua juga semakin nyata terjadi, sehingga timbul dampak yang kurang baik, bahkan dapat menjerumuskan remaja dalam berbagai tindak kriminal.
Dalam hal ini difokuskan remaja pelajar, karena seharusnya pelajar dapat memberikan contoh baik bagi remaja pada umumnya sebagai generasi penerus calon inteletual, namun kenyataannya justru pelajar yang sering memberikan contoh adanya kekerasan, seperti munculnya perkelahian pelajar. Pelajar seharusnya jauh dari perilaku kekerasan, tetapi kenyataannya justru banyak melakukan tindakan kekerasan dan pelangaran ketertiban lainnya. Kesenjangan inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian dan kajian tentang perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Secara normatif kedudukan pelajar di mata masyarakat diposisikan tinggi dibanding remaja lain yang tidak sekolah, maka idealnya mempunyai sikap dan perilaku yang terpuji dan jauh dari perilaku kekerasan fisik.

B. Rumusan Masalah
Titik tolak penelitian selalu berangkat dari masalah. Tanpa masalah penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Menurut Sutrisno Hadi, (1973 : 4) masalah adalah kesulitan-kesulitan dalam menghadapi sesuatu, adapun masalah umumnya bersumber dari sebab yakni : orang kurang tahu memecahkan masalah dan orang kekuaranangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, (1990 :34) masalah adalah setiap kesulitan-kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah harus bisa dirasakan sebagai suatu rintangan yang harus dilalui. Dengan demikian masalah menuntut adanya pemecahan masalah, dan salah satunya dengan jalan penelitian, maka salah satu tujuan penelitian adalah memecahkan masalah.
Selanjutnya menurut Muhammad Hatta (1967 : 14) mengemukakan bahwa ; masalah adalah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya, orang tidak puas hanya dengan melihat saja melainkan ingin mengetahuinya lebih dalam. Dengan dirumuskannya masalah, maka akan memudahkan dalam penyelesaian masalah.
Disusunya rumusan masalah bertujuan untuk membatasi penelitian dalam fokus tertentu sesuai dengan topik penelitian. Fokus penelitian ini untuk membatasi peneliti dalam memperoleh data-data akurat karena dengan fokus seorang peneliti mengetahui persisi data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana tidak diperlukan.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.?






















BAB .II

KAJIAN PUSTAKA


Sebelum membahas lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan dulu tentang konsep dan teori. Menurut Kerlinger, (1977 : 14) teori adalah segugus konsep, definisi dan proporsi yang berhubungan yang menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang gejala dengan merinci hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena . Sedangkan menurut Sofian Effendi, (1987 : 12) sarana pokok utama untuk menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti adalah teori yaitu rangkaian yang logis dari satu proporsi atau lebih .
Jadi teori adalah serangkaian hubungan yang sistematis antara gejala atau fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti dengan proporsi yang logis dan merupakan pasangan mengenai gejala serta menerima hubungan antara gejala sosial dan observasi yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini akan dipaparkan teori tentang : perilaku kekerasan di kalangan pelajar, situasi lingkungan, teman pergaulan dan pernan keluarga:
1. Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar.
Perilaku kekerasan pelajar adalah bagian dari kenakalan remaja pada umumnya, dalam hal ini sebagai perilaku remaja yang melanggar aturan, norma atau moral masyarakat, yang menimbulkan konflik antara pribadi atau kelompok-kelompok pribadi atau dengan masyarakatnya. Diantara ciri utama perilaku nakal adalah anti sosial, yang antara lain berbentuk vandalisme (perilaku iseng yang menimbulkan gangguan), perilaku merusak harta benda, melanggar tata tertib, membolos, narkoba, perkelahian atau tindakan kekerasan. Segala perilaku tersebut bila dibiarkan bisa menjadi tindakan kriminal.
Generasi muda merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia yang telah ditempatkan posisinya sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional. Idealnya perilaku generasi muda yang sebagian besar pelajar, adalah sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, bukan sebaliknya bertindak menyimpang dari norma-norma yang ada. Dalam kehidupan remaja atau pelajar selalu dihadapkan pada tiga kutub yakni peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sedangkan interaksi dari ketiga kutub itu akan menentukan perilaku pelajar itu positif atau negatif. Skema dibawah dapat menerangkan fenomena tersebut :









Menurut Kartini Kartono (1986 : 111), penyebab munculnya tindakan kekerasan di kalangan remaja dan pelajar adalah dua faktor : faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar. Tingkah laku remaja atau pelajar merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar dalam bentuk ketidak mampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Para pelajar dengan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang salah dalam bentuk aggresi, pelanggaran, perkelahian, kekerasan dan tindak kriminal lainnya. Pelajar sebagai yang berjiwa muda terkadang tidak mampu mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai permasalahan dan kesulitan yang dihadapi. Terlebih lagi dihadapkan pada pengaruh dunia luar yang secara kualitas meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.
Menurut Kusnadi (1995 : 307), Masalah perkelahian pelajar tampaknya cenderung menjadi permasalahan kian dilematis belakangan ini. Hal ini sulit dibasmi karena suasana dilematis dan klasik dimana pemuda mudah emosional. Namun disisi lain, lingkungan semakin tidak mendukung terkendalinya sifat emosional pemuda. Hal ini sangat kurang diperhatikan oleh para orang tua, sehingga di kota-kota besar perkalihan pelajar cenderung meningkat baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang menjadi persoalannya bukan pada baku hantamnya, tetapi kadang-kadang akibat yang ditimbulkan yang menjurus pada tindak kekerasan fisik dan pengrusakan berbagai fasilitas umum.
Dalam banyak kasus, perkelahian pelajar terkadang disebabkan masalah-masalah yang sepele, dari masalah “cewek”, ejek-mengejek sepulang sekolah, sampai masalah kericuhan pertandingan antar sekolah. Tidak jarang pula, diluar jam-jam sekolah, banyak pelajar yang bergerombol , kongkow-kongkow, sehingga mengundang keisengan yang pada gilirannya menjadi awal perkelahian pelajar. Demikian pula banyaknya waktu luang bagi siswa, besar kemungkinan menjadi faktor penyebab perbuatan macam-macam. Apalagi kurikulum pelajar menengah yang kurang dirangsang pada kegaiatn ekstrakurikuler yang sifatnya ilmiah, namun justru kegiatan kurikuler berbentuk kegitan yang memancing terjadinya keributan, seperti pertandingan olah raga.
Pendapat lain dikemukakan oleh Melly G. Tan (1995 : 308), dewasa ini telah terjadi dehumanisasi yang merasuki sebagian pelajar akibat pengaruh kuatmedia informasi, baik film maupun media massa. Dalam hal ini pengaruh film-film yang kurang mendidik yakni penuh adegan vulgar, sadis, penuh kekerasan, serta adegan banyolan konyol yang merupakan sumber ejek-mengejek. Bahkan pengaruh film kelabu juga dapat mengakibatkan efek berantai terhadap sifat dasar remaja yang selalu ingin tahu dan mencobanya. Pengaruh alkohol dan narkoba, selalu dimulai coba-coba dan ingin tahu, tetapi kemudian menjadi kecanduan. Bila hal ini terjadi maka sulituntuk bisa mengendalikan diri dan terjadilah berbagai tindakan kekerasan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis, adalah perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja. Muncullah berbagai tindakan kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan tindakan kriminal lainnya. Dalam kajian faktor eksternal sebagai penyebab tindakan kriminal dapat dibedakan dalam faktor : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan alam sekitarnya.
Remaja atau pelajar yang masih dalam pancaroba mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus, antara lain : rasa kasih sayang, rasa aman, rasa dihargai, rasa kebebsan yang sesuai dengan masanya, rasa ingin tahu, ingin mengenal, serta ingin belajar dan mempelajari sesuatu yang baru. Dalm kenyataannya, sering kebutuhan para pelajar tidak terpenuhi karena terhalang oleh keadaan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Bila dalam diri pelajar sanggup menyesuaikan diri dalam menghadapi problem-problem, maka akan berkembang secara wajar. Namun sebaliknya jika tidak mampu beradaptasi terhadap berbagai permasalahan, maka keadaan emosinya terganggu, dan terjadilan berbagai tindak kekerasan di kalangan pelajar.

2. Situasi Lingkungan
Situasi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan cenderung juga akan menimbulkan perilaku menyimpang dan kerawanan sosial. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah hiburan malam yang berlebihan, minum-minuman keras dan narkoba, prostitusi, pornografi dan tindakan kekerasan lainnya. Pelajar merupakan generasi muda yang lahir dari keluarga yang tumbuh dan berkembang, serta berinteraksi dalam lingkungan pergaulan masyarakat, akan berreaksi dan memberikan respon terhadap situasi yang terjadi pada lingkungannya.
Menurut pendapat Gerungan ( 1991 : 82), situasi sosial pada diri sendiri sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiaan individu dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang sama apabila dalam keadaan sendirian; yakni situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyama-ratakan pendapat-pendapat orang yang ada di dalamnya. Jadi situasi sosial seseorang akan mempengaruhi proses yang berlangsung dalam diri individu, baik dalam keputusan, perilaku maupun tindakan yang dilakukan.
Kondisi keluarga atau orang tua dapat diartikan dalam konteks yang luas yakni tidak hanya orang tua di rumah, melainkan juga di luar rumah. Peran orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam upaya pencegahan dan penanganan perilaku menyimpang remaja atau pelajar. Keluarga harus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan sehat remaja, yakni suasana keluarga yang harmonis (sakinah). Sebaliknya keluarga yang tidak baik atau harmonis, maka resiko anak mengalami gangguan kepribadian dan perilaku menyimpang lebih besar, kondisi keluarga yang dimaksud sebagai berikut : broken home, kesibukan orang tua yang melupakan keluarga, hubungan interpersonal yang buruk dan keluarga kurang kasih sayang.
Lingkungan keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Karena di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Adapun indikator lingkungan keluarga yang kurang mendukung antara lain : ada tidaknya kondisi broken home, perlindungan yang berlebihan terhadap anak (memanjakan),penolakan orang tua (orang tua tidak bertanggung jawab), pengaruh buruk dari orang tua, sehingga anak ikut-ikutan.
Sedangkan lingkungan sekolah sebagai faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja dapat dirunut dari beberapa aspek, yang antara lain : bangunan tidak memadai, kurang ada tempat bermain, dan berbagai sarana yang terbatas. Akibatnya anak-anak remaja merasa tertekan, apalagi kurikulum yang belum memadai, sehingga kegiatan sekolah hanya duduk dan dengar, tanpa ada kegiatan yang lain. Disamping itu, masyarakat sekitar sekolah juga cukup besar pengaruhnya, sebagai misala lingkungan sekitar SMK Negerei 1 Kalabahi adalah komplek pedagang kakilima, di juga komplek Stadion Kalabahi yang penuh hiruk pikuk juga akan berdampak pada sikap dan perilaku pelajar SMK Negeri 1 Kalabahi

3. Teman Pergaulan
Sejak individu itu dilahirkan di dunia ia selalu berinteraksi dengan individu-individu yang lain di dalam kelompoknya, sehingga dapat membentuk individu menjadi person dan mengubah sifat-sifat aslinya menjadi sifat-sifat kemanusiaan. Hal-hal tersebut terjadi pada suku-suku yang masih sederhana maupun orang-orang modern yang hadir di kota-kota besar selalu berinteraksi diantara teman pergaulan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu. Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara, menengah sampai dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35), ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan hubungan dimana masing-masing memajukan taraf kehidupannya dan saling menyempurnakan martabatnya. Di samping itu pula ada pergaulan yang bentuknya cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif, misalnya hura-hura.
Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ (1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau generasi muda.
Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-temannya berbuat begitu.
Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada kelompok sosial. Kelompok sosial dapat digolong-golongkan pula ke dalam macam-macam jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling berhubungan erat. Contohnya adalah keluarga, kelompok bermain, kelompok pergaulan dan sebagainya. Sedangkan kelompok pergaulan sekunder menurut Gerungan ( 1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formil dan kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan objektif rasional. Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya sekelompok kawan-kawan atau keluarga, dan kelompok pergaulan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai peran yang positif pula.
Adapun peran positif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 75) antara lain :
1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok tertentu, hal mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.
2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung pada siapapun.
3. Di dalam kelompok tersebut individu dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang wajar dari rekan-rekannya sekelompok.
4. Kelompok memungkinkan individu mengembangkan kemampuan dalam ketrampilan-ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong individu untuk bersikap tindak secara dewasa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.
Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinantumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 76) antara lain :
1. Kelompok mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang dikembangkan secara pribadi.
3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
4. Kesetiaan erhadap kelompok kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan orang tua, saudara atau kerabat.
5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
6. Suatu kelompok mendorong anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
7. Kadang-kadang ada yang menghambat motivasi perkembangan yang dipengaruhi kelompok.
8. Tuphemisme dipengaruhi kelompok tertentu.

Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para pelakunya, karena dapat mengganggu kelancaran hidup, bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan.
Setiap individu dalam pergaulan tidak selalu dapat disamakan, karena setiap individu mempunyai kepribadian dasar masing-masing yang sesuai dengan sifat, latar belakang yang berbeda-beda untuk setiap orang. Dengan demikian setiap pribadi akan menampilkan dengan cara yang berbeda. Perbedaan adalah penampilan yang khas, itulah yang menjadi sebab daripada tindak tanduk setiap individu yang beraneka ragam dan menyulitkan pengertian orang lain. Maksud dan indak tanduk seseorang tidak mudah ditafsirkan oleh orang lain, bahkan bagi diri sendiri hal ersebut sering tersembunyi dan tidak disadari, dan terjadilah salah paham.
Akhirnya salah paham dan salah pengertian hanya akan menimbulkan perselisihan, pertengkaran dan kekerasan fisik. Untuk menhindari kejadian tersebut, harus diperhatikan beberapa faktor dalam pergaulan sebagai berikut :
1. Pengenalan individu lain : mengenal individu lain bahwa tidak sama dengan diri kita sendiri. Mengenal individu lain berarti berusaha mengetahui sifat-sifat sikap pandangan dan latar belakangnya yang telah membentuk individu lain itu dan yang mendasari kepribadiannya maupun tingkah lakunya.
2. Pengertian terhadap individu lain : mengerti bahwa individu lain memiliki ciri khas, sifat khusus dan latar belakang masing-masing. Adanya perbedaan ini tidak berarti bahwa perbedaan tersebut perlu diubah dengan maksud agar orang lain dipaksa menyamakan dirinya dengan diri kita.
3. Dalam pergaulan, pada setiap individu perlu adanya keterbukaan dari menerima, melalui pertimbangan, apa yang diberikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat dan pandangan, membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain demi satu kelancaran komunikasi yang baik.
Dengan demikian seseorang mau masuk dalam kelompok pergaulan harus dapat memahami, menerima akan adanya perubahan-perubahan serta adanya peraturan. Bagi generasi muda, kelompok pergaulan ini sangat efektif untuk transformasi berbagai pengetahuan, termasuk didalamnya tindakan dan perilaku pelanggaran dan kekerasan.







BAB .III
METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian
Lolasi yang menjadi objek penelitian adalah di SMK Negeri 1 Kalabahit tentang Faktor Lingkungan dan Pengaaruh Pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar (Suatu Survei) terhadap Siswa SMKNegeri 1 Kalabahi di Desa Lendola Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi-NTT. waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan 1 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2011
B. Jenis Dan Metode Penelitia
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif karena dalam penelitian peneliti berupaya menggambarkan,memaparkan penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan dikangan remaja.sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996 :73),bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan objek penelitian.
C.Subjek Penelitian
Untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang penyebab terjadinya perilaku tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja pelajar,pemilih dan menentukan subjek penelitian.Dalam penelitian ini teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan adalah teknik purposive,yaitu penentuan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan atau criteria tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian berdsarkan atas kriteri-kriteria dengan tujuan agar subjek penelitian tersebut dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya. adapun yang menjadi kriteria penelitian dalam menentukan subjek penelitian ini adalah : perilaku kekerasan dikalangan pelajar dilakukan dengan pembinaan secara periodic

D.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Untuk memperoleh data reprensentatif maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara.Menurut Lexy J.Moleong (2002 :135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu Pewawancara,yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee ).wawancara akan dilakukan kepada anak didik yang telah melakukan tindakan kekerasan untuk mendapatkan data langsung dari subjek penelitian
Sedangkan teknik yang dipergunakan untuk wawancara ini adalah teknik wawancara bebas terpimpin yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan jadi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengam situasi ketika wawancara berlangsung agar tidak terkesan kaku.peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin agar nantinya dalam pelaksanaan dan untuk pendalaman yang lebih lanjut dari pentingnya penelitian.

2. Dokomentasi
Metode dokomentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, nutulen rapat, agenda, dan sebagainya. (Sumarsini Arikento, 2002 : 2006) dokumen berkaitan dengan masalah penelitihan ini diperoleh di SMK negeri 1 Kalabahi.dokumen tersebut yaitu segala dokumentasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.seperti latar belakang keluarga remaja pelajar perilaku tindak kekerasan,latar belakang semua data yang berhubungan dengan status remaja pelajar.

E.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah analisis induktif.analisis ini menilai dan menganalisis data-data yang telah di fokuskan yaitu faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar di SMK Negeri 1 Kalabahi.analisis induktif digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus untuk selanjutnya di tarik kesimpulan yang objektif sesuai dengan fakta di data, di angket untuk mudah pengembangan dua atau lebih kemudian hasil akhir lalu dikualifikasikan kembali (Suharsini Arikento,1992 : 208) langka-langka menganalisis data untuk menghasilkan kesimpulan induktif pada penelitian kualitatif meliputi reduksi,kategorisasi,dan unitisasi,display data,dan pengambilan kesimpulan.proses analisis data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dengan pelajari data yang diperoleh dalam penelitian secara apa adanya kemudian di interpretasikan secara kualitatif untuk mengambil kesimpulan dengan menggunakan prinsip induktif.analisis induktif ini digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan umum dan objek,dengan demikian peneliti berangkat dari hal-hal yang harus untuk memperoleh kesimpulan umum.Adapun proses atau langka-langka yang diambil dalam analisis data (Sampiah Faisal 2001:256-258) ini adalah :
1. Reduksi Data .
Data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi merupakan data urutan yang bersifat acak-acakan,untuk itu penelitimelakukan pemecahan dat relavan untuk disajikan dengan memilki data yang dapat menjawab permasalahan mengenai factor penyebab factor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.


2 . Unitisasi Kategorisasi.
Data yang telah disediakan di pilih tersebut kemudian disusun secara sistimatis kedalam unit-unit sesuai dengan sifat masing-masing dengan data menonjolkan hal-hal pokok dan penting unit data yang telah dikumpul,dipilih kembali dikerjakan sesuai kategori yang ada sehingga dapat mengahasilkan gambaran yang jelas.
3 Display Data.
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi mengadakan laporan sistimatis.dat disajikan dalam bentuk narasi berupa infomasi mengenai penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar
4. Penelitian Kesimpulan
Dengan melihat kembali tujuan yang dicapai mak data yang telah dikumpulkan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif untuk memperoleh data yang objektif kesimpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara melihat kembali tidak menyimpang dari permasalahan peneliti.





BAB .IV
Kesimpulan Dan Saran
A.Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menelaa dari berapa kajian literaratur ini bahwa faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekarasan dikalangan pelajar oleh bebarapa pendapat masih sangat relavan dengan kondisi saat ini oleh karena itu orang tua, guru, dan masyarakat mempunyai peranan dan tanggung jawab yang strategis mengawasi serta memberi perhatian yang sesunggunya dalam segala aktivitasnya merupakan komunikasi efektif melakukan hubungan interaksi social baik secara internal maupun eksternal terhadap suatu keinginan/tindakan terhadap diri maupun terhadap orang lain itu benar-benar suatu hal yang sangat positif sehingga harapan dan keyakinan masa depan anak itu memiliki nilai dan moral yang baik terhadap dirinya maupun orang lain, terlebih lagi bagi orang tua maupun keluarga.
Hal ini dapat dilakukan sedini mungkin.melalui berbagai pembinaan skala periodik dapat membentengi penyimpangan perilaku moral agar anak tidak dilematis mengambil suatu keputusan/tinadakan moral untuk mencapai suatu keinginan atau, dan tindakan itu tidak terjebak dalam hal-hal negative akibat dari suatu kemajuan arus perubahan globalisasi.maka orang tua perlu menyadari bahwa ekspresi anak dalam mengaktualisasikan diri dalam berbagai hal semua tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh anak dalam situasi sekarang ini adalah sebuah kemajuan yang penuh dengan persaingan harus diterima dengan positif namun dibalik dari itu akan membawa suatu respons rasa ketidak puasan atau kekecewaan anak terhadap keinginan, tidak dicermati dengan baik maka hal itu akan membawa dampak psikologis bagi anak membrotak membuat mental perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan moral meninggalkan rasa kesal dan tertekan batinia bila ia rasa aman mecari teman untuk menyelesaikan probelema sosial
B.Saran.
1. Bagi Masyarakat :
a. Diperlukan usaha penciptaan kondisi keluarga yang baik di segala bidang seperti peningkatan kesejateraan keluarga dan pembinaan melalui pendidikan agama dapat di intensipkan
b.Di perlukan pengawasan,perlindungan dan pembinaan terhadap pertumbuhan dan kepribadian anak agar perkembangan mental dan fisiknya serasi,selaras dan seimbang
2. Bagi Pemerintah :
Diperlukan kerjasama dan upaya pemerintah untuk menekan seminimal mungkin potensi yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang terjadi di kalangan antar pelajar melalui instansi-instansiyang terkait dengan pendidikan anak

3 Bagi Mahasiswa :
• Mahasiswa sebagai generasi muda pemikir dan pembaharu harus selalu tanggap dan kritis serta memberi solusi terhadap setiap fenomena –fenomena social yang terjadi di sekitar kita terutama masala yang menjadi sasaran objek komersilisasi hak anak
• Penulis menyadari bahwa proposal penelitianTentang Faktor Lingkungan Dan Pengaruh Pergaulan Terhadap Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar ini masih ada kekurangan dalam penulisan sehingga belum memenuhi harapan para pembaca, untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan ini maka,segala usul saran, kritik,maupun pendapat dari teman-teman yang sifatnya konstruktif penulis sangat mengharapkan, terima kasih….Amin














DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Buku
Bambang Y.Mulyana (1984 ) Pendekatan analisis kenakalan anak Remaja Jakarta Kanasius
Bambang Walgito (1982) Kenakalan anak Jogyakarta Yayasan Penerbit FakultasPsikologis UGM
Gerson W.Bawengan (1983) Masalah kejahatan dengan sebab akibat Bandung Pranya Pramita
Hari Suraji (1980) Teknik integral criminal Jakarta Aksara Baru dan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Jamil Salim,(2003).Kekerasan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Kartini Kartono (199) Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Bandung Pradnya Pramita
Lexy JMoleong (2000) Metodeelogi penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakrya.
Soedarsono (1990) Kenkalan Remaja Jakarta Renaka Cipta
Umiyati (1996) Skripsi Latar Belakang JogyakartaKenakalan RemajaUpaya pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Anak Kutaarjo Yogjakarta : UNY
……………. ( Kitab Undang-Undang Pidana.Jakarta : Bina Aksara
……………. ( Kitab Undang-Undang Perdata Jakarta : Ghlaia Indonesia

B.Surat Kabar
Pos Kupang,…….
Tiomor Ekspres….
Alor Pos…………..
C.Perundang-Undangan
UU.No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Convention UU.No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejateraan Anak
UU.No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 Tentang Pengesahan On The Right of the Child











Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di tandai dengan globalissasi informasi di segala bidang dan semakin mudanya masyarakat untuk mendapatkan berbagai macam informasi.
Salah satunya media informasi yang memberikan kemudahan dalam mencari informasi adalah internet, kehadiran internet dengan berbagai fasilitasnya beragam semakin diminati oleh masyarakat.memang harus kita akui dengan internet masyarakat bisa mendapat kemudahan dalam mengakses informasi yang di perlukan dalam waktu cepat.dengan hadirnya internet menjadikan dunia kita tersa kecil,jarak bukan lagi hambatan akan tetapi selain membawa dampak positif internet juga membawa dampak negative salah satu dampak negative internet adalah terdapat situs porno di internet.fonomena kehadiran situs situs porno ini mengawatirkan masyarkat bisa mengakses situs porno di bilik bilik warnet akibat kemudahan dan kemurahan ini siapapun bisa menikmatinya termasuk anak anak.materi dalam situs porno ini yang dilihat oleh anak anak akan terekam dan membawa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak mempengaruhi tindakan mereka itu merupakan hal yang logis mengingat anak adalah golongan yang labil bergerak dan berkembang serta ingin tahu,ingin mencoba dan ingin merekam meskipun itu merupakan tindakan negative secara psikologis seorang remaja berusia 12-21 tahun













DAFTAR ISI


BAB: I. Pendahuluan Halaman
A.Latar Belakang……………………………………………… 1
B.Rumusan Masalah…………………………………………... 5
C.tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………………... 6 BAB:II.Tinjauan Pustaka
A.Perilaku Kekerasan Di Kalangan Pelajar……………………. 7 B.Situasi Lingkungan …………………………………………. 12
C.Teman Pergaulan……………………………………………. 14
D.Defenisi Konsepsional……………………………………... 20
E.Defenisi Operasional………………………………………… 21
BAB:III.Metode Penelitian
A.Jenis Penelitian……………………………………………… 22
B.Populasi Dan Sampel……………………………………….. . 22
C.Teknik Pengambilan Sampel………………………………… 24
D.Teknik Pengumpulan Data…………………………………... 24
E.Metode Analisis Data………………………………………... 26
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran…………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA

BAB.I
PENDAHULUAN


A .Latar Belakang

Pelajar sebagai bagian masyarakat yang terdidik mempunyai kedudukan yang cukup strategis, karena sebagai calon inteletual muda mereka mampu menjadi agen perubahan sosial (social change ), sekaligus pemberdayaan masyarakat. Sejarah peran pelajar seperti (KAPPI) telah menunjukkan betapa pentingnya peranan pelajar sebagai motor penggerak sebuah perjuangan. Namun di sisi lain pelajar juga mengemban tugas berat untuk kehidupan masa depannya, untuk itu pelajar perlu memberdayakan dirinya melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan jaman, kenakalan dan kejahatan oleh remaja semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Kartini Kartono, (1986 : 3). di kota-kota industri dan kota besar yang berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada masyarakat primitif atau di desa-desa. Dengan demikian ada korelasi antara kemajuan industri dan perkembangan kota dengan meningkatnya berbagai tindak kejahatan, termasuk tindak kejahatan oleh remaja dan pelajar
Gangguan pada remaja (childhood disorders) akan menimbulkan gangguan pada diri pelakunya dan masyarakat, yang bila tidak segera diatasi akan berkembang menjadi kejahatan remaja (juvenile delinquency). Menurut Kartini, (1986 : 4) kejahatan yang dilakukan remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Selanjutnya perbuatan ini juga dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Karena penyakit sosial adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Gejala ini hampir selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka disebut sebagai pathologi sosial, yang menyebabkan struktur sosial terganggu.
Gangguan terhadap pemuda remaja atau pelajar akan mudah terjadi karena biasanya anak-anak remaja kurang memiliki kontrol diri, suka menegakkan standar tingkah lakunya sendiri dan egoistis, serta terkadang suka meremehkan orang lain. Tindakan yang menyimpang ini dilakukan, pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Kekerasan terjadi dimulai dari perbedaan pendapat dan selanjutnya konflik dan puncaknya kekerasan fisik. Pada diri remaja kekerasan fisik selalu menonjol karena gejolak darah mudanya lebih besar.
Sedangkan munculnya perilaku kekerasan pada khususnya, dan perilaku menyimpang pada umumnya, menurut Sutomo, (1995 : 31) bukan berarti pelakunya tidak mengetahui aturan, maka pertanyaan penting adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu bahwa yang dilakukan adalah melanggar aturan., Berbicara tentang motif yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan ada beberapa faktor antara lain :
1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.
4. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.
5. Kecenderungan pembawaan yang pathologis atau abnormal.
6. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.(Kartini Kartono, 1986 :10).

Dari pendapat tersebut diatas, faktor situasi atau lingkungan dan pengaruh pergaulan cukup penting dalam memberikan dorongan akan munculnya perilaku kekerasan dalam diri remaja.
Sementara menurut pendapat Emil H. Tambunan, (1982 : 23) bahwa beberapa faktor dari luar turut mempengaruhi anak itu, faktor dari luar itu termasuk lingkungan, atau masyarakat setempat. Jadi masalah kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi masyarakat Soejono Soekanto, (1976 : 12). Dengan demikian berbicara mengenai faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, maka masyarakatlah yang menentukan baik buruknya remaja.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan dengan berbagai keterbatasan baik waktu, tenaga, kesempatan dan dana, sehingga tidak mungkin meneliti semua faktor penyebab munculnya perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Disamping itu, kedua faktor tersebut secara nyata banyak dikaitkan dengan munculnya kekerasan. Dalam hal ini adalah situasi lingkungan dan pergaulan yang yang mengalami gangguan, seperti timbul keretakan hubungan sosial akibat tidak ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Karena kenakalan remaja terutama terjadi karena tidak ada persesuaian cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Terlebih lagi di era sekarang ini, semakin sulit seseorang bisa memperoleh berbagai sarana yang dibutuhkan, sebagai akibat munculnya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial yang semakin tajam. Pergolakan dan pertikaian di lingkungan masyarakat ini terkadang juga menjengkelkan bagi remaja, sehingga melakukan semacam perlawanan dan pemberontakan, maka perilaku kekerasan tidak bisa dihindari. Demikian juga pergaulan remaja yang semakin tidak terkontrol oleh orang tua juga semakin nyata terjadi, sehingga timbul dampak yang kurang baik, bahkan dapat menjerumuskan remaja dalam berbagai tindak kriminal.
Dalam hal ini difokuskan remaja pelajar, karena seharusnya pelajar dapat memberikan contoh baik bagi remaja pada umumnya sebagai generasi penerus calon inteletual, namun kenyataannya justru pelajar yang sering memberikan contoh adanya kekerasan, seperti munculnya perkelahian pelajar. Pelajar seharusnya jauh dari perilaku kekerasan, tetapi kenyataannya justru banyak melakukan tindakan kekerasan dan pelangaran ketertiban lainnya. Kesenjangan inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian dan kajian tentang perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Secara normatif kedudukan pelajar di mata masyarakat diposisikan tinggi dibanding remaja lain yang tidak sekolah, maka idealnya mempunyai sikap dan perilaku yang terpuji dan jauh dari perilaku kekerasan fisik.

B. Rumusan Masalah
Titik tolak penelitian selalu berangkat dari masalah. Tanpa masalah penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Menurut Sutrisno Hadi, (1973 : 4) masalah adalah kesulitan-kesulitan dalam menghadapi sesuatu, adapun masalah umumnya bersumber dari sebab yakni : orang kurang tahu memecahkan masalah dan orang kekuaranangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, (1990 :34) masalah adalah setiap kesulitan-kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah harus bisa dirasakan sebagai suatu rintangan yang harus dilalui. Dengan demikian masalah menuntut adanya pemecahan masalah, dan salah satunya dengan jalan penelitian, maka salah satu tujuan penelitian adalah memecahkan masalah.
Selanjutnya menurut Muhammad Hatta (1967 : 14) mengemukakan bahwa ; masalah adalah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya, orang tidak puas hanya dengan melihat saja melainkan ingin mengetahuinya lebih dalam. Dengan dirumuskannya masalah, maka akan memudahkan dalam penyelesaian masalah.
Disusunya rumusan masalah bertujuan untuk membatasi penelitian dalam fokus tertentu sesuai dengan topik penelitian. Fokus penelitian ini untuk membatasi peneliti dalam memperoleh data-data akurat karena dengan fokus seorang peneliti mengetahui persisi data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana tidak diperlukan.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.?






















BAB .II

KAJIAN PUSTAKA


Sebelum membahas lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan dulu tentang konsep dan teori. Menurut Kerlinger, (1977 : 14) teori adalah segugus konsep, definisi dan proporsi yang berhubungan yang menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang gejala dengan merinci hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena . Sedangkan menurut Sofian Effendi, (1987 : 12) sarana pokok utama untuk menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti adalah teori yaitu rangkaian yang logis dari satu proporsi atau lebih .
Jadi teori adalah serangkaian hubungan yang sistematis antara gejala atau fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti dengan proporsi yang logis dan merupakan pasangan mengenai gejala serta menerima hubungan antara gejala sosial dan observasi yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini akan dipaparkan teori tentang : perilaku kekerasan di kalangan pelajar, situasi lingkungan, teman pergaulan dan pernan keluarga:
1. Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar.
Perilaku kekerasan pelajar adalah bagian dari kenakalan remaja pada umumnya, dalam hal ini sebagai perilaku remaja yang melanggar aturan, norma atau moral masyarakat, yang menimbulkan konflik antara pribadi atau kelompok-kelompok pribadi atau dengan masyarakatnya. Diantara ciri utama perilaku nakal adalah anti sosial, yang antara lain berbentuk vandalisme (perilaku iseng yang menimbulkan gangguan), perilaku merusak harta benda, melanggar tata tertib, membolos, narkoba, perkelahian atau tindakan kekerasan. Segala perilaku tersebut bila dibiarkan bisa menjadi tindakan kriminal.
Generasi muda merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia yang telah ditempatkan posisinya sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional. Idealnya perilaku generasi muda yang sebagian besar pelajar, adalah sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, bukan sebaliknya bertindak menyimpang dari norma-norma yang ada. Dalam kehidupan remaja atau pelajar selalu dihadapkan pada tiga kutub yakni peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sedangkan interaksi dari ketiga kutub itu akan menentukan perilaku pelajar itu positif atau negatif. Skema dibawah dapat menerangkan fenomena tersebut :









Menurut Kartini Kartono (1986 : 111), penyebab munculnya tindakan kekerasan di kalangan remaja dan pelajar adalah dua faktor : faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar. Tingkah laku remaja atau pelajar merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar dalam bentuk ketidak mampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Para pelajar dengan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang salah dalam bentuk aggresi, pelanggaran, perkelahian, kekerasan dan tindak kriminal lainnya. Pelajar sebagai yang berjiwa muda terkadang tidak mampu mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai permasalahan dan kesulitan yang dihadapi. Terlebih lagi dihadapkan pada pengaruh dunia luar yang secara kualitas meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.
Menurut Kusnadi (1995 : 307), Masalah perkelahian pelajar tampaknya cenderung menjadi permasalahan kian dilematis belakangan ini. Hal ini sulit dibasmi karena suasana dilematis dan klasik dimana pemuda mudah emosional. Namun disisi lain, lingkungan semakin tidak mendukung terkendalinya sifat emosional pemuda. Hal ini sangat kurang diperhatikan oleh para orang tua, sehingga di kota-kota besar perkalihan pelajar cenderung meningkat baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang menjadi persoalannya bukan pada baku hantamnya, tetapi kadang-kadang akibat yang ditimbulkan yang menjurus pada tindak kekerasan fisik dan pengrusakan berbagai fasilitas umum.
Dalam banyak kasus, perkelahian pelajar terkadang disebabkan masalah-masalah yang sepele, dari masalah “cewek”, ejek-mengejek sepulang sekolah, sampai masalah kericuhan pertandingan antar sekolah. Tidak jarang pula, diluar jam-jam sekolah, banyak pelajar yang bergerombol , kongkow-kongkow, sehingga mengundang keisengan yang pada gilirannya menjadi awal perkelahian pelajar. Demikian pula banyaknya waktu luang bagi siswa, besar kemungkinan menjadi faktor penyebab perbuatan macam-macam. Apalagi kurikulum pelajar menengah yang kurang dirangsang pada kegaiatn ekstrakurikuler yang sifatnya ilmiah, namun justru kegiatan kurikuler berbentuk kegitan yang memancing terjadinya keributan, seperti pertandingan olah raga.
Pendapat lain dikemukakan oleh Melly G. Tan (1995 : 308), dewasa ini telah terjadi dehumanisasi yang merasuki sebagian pelajar akibat pengaruh kuatmedia informasi, baik film maupun media massa. Dalam hal ini pengaruh film-film yang kurang mendidik yakni penuh adegan vulgar, sadis, penuh kekerasan, serta adegan banyolan konyol yang merupakan sumber ejek-mengejek. Bahkan pengaruh film kelabu juga dapat mengakibatkan efek berantai terhadap sifat dasar remaja yang selalu ingin tahu dan mencobanya. Pengaruh alkohol dan narkoba, selalu dimulai coba-coba dan ingin tahu, tetapi kemudian menjadi kecanduan. Bila hal ini terjadi maka sulituntuk bisa mengendalikan diri dan terjadilah berbagai tindakan kekerasan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis, adalah perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja. Muncullah berbagai tindakan kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan tindakan kriminal lainnya. Dalam kajian faktor eksternal sebagai penyebab tindakan kriminal dapat dibedakan dalam faktor : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan alam sekitarnya.
Remaja atau pelajar yang masih dalam pancaroba mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus, antara lain : rasa kasih sayang, rasa aman, rasa dihargai, rasa kebebsan yang sesuai dengan masanya, rasa ingin tahu, ingin mengenal, serta ingin belajar dan mempelajari sesuatu yang baru. Dalm kenyataannya, sering kebutuhan para pelajar tidak terpenuhi karena terhalang oleh keadaan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Bila dalam diri pelajar sanggup menyesuaikan diri dalam menghadapi problem-problem, maka akan berkembang secara wajar. Namun sebaliknya jika tidak mampu beradaptasi terhadap berbagai permasalahan, maka keadaan emosinya terganggu, dan terjadilan berbagai tindak kekerasan di kalangan pelajar.

2. Situasi Lingkungan
Situasi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan cenderung juga akan menimbulkan perilaku menyimpang dan kerawanan sosial. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah hiburan malam yang berlebihan, minum-minuman keras dan narkoba, prostitusi, pornografi dan tindakan kekerasan lainnya. Pelajar merupakan generasi muda yang lahir dari keluarga yang tumbuh dan berkembang, serta berinteraksi dalam lingkungan pergaulan masyarakat, akan berreaksi dan memberikan respon terhadap situasi yang terjadi pada lingkungannya.
Menurut pendapat Gerungan ( 1991 : 82), situasi sosial pada diri sendiri sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiaan individu dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang sama apabila dalam keadaan sendirian; yakni situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyama-ratakan pendapat-pendapat orang yang ada di dalamnya. Jadi situasi sosial seseorang akan mempengaruhi proses yang berlangsung dalam diri individu, baik dalam keputusan, perilaku maupun tindakan yang dilakukan.
Kondisi keluarga atau orang tua dapat diartikan dalam konteks yang luas yakni tidak hanya orang tua di rumah, melainkan juga di luar rumah. Peran orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam upaya pencegahan dan penanganan perilaku menyimpang remaja atau pelajar. Keluarga harus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan sehat remaja, yakni suasana keluarga yang harmonis (sakinah). Sebaliknya keluarga yang tidak baik atau harmonis, maka resiko anak mengalami gangguan kepribadian dan perilaku menyimpang lebih besar, kondisi keluarga yang dimaksud sebagai berikut : broken home, kesibukan orang tua yang melupakan keluarga, hubungan interpersonal yang buruk dan keluarga kurang kasih sayang.
Lingkungan keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Karena di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Adapun indikator lingkungan keluarga yang kurang mendukung antara lain : ada tidaknya kondisi broken home, perlindungan yang berlebihan terhadap anak (memanjakan),penolakan orang tua (orang tua tidak bertanggung jawab), pengaruh buruk dari orang tua, sehingga anak ikut-ikutan.
Sedangkan lingkungan sekolah sebagai faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja dapat dirunut dari beberapa aspek, yang antara lain : bangunan tidak memadai, kurang ada tempat bermain, dan berbagai sarana yang terbatas. Akibatnya anak-anak remaja merasa tertekan, apalagi kurikulum yang belum memadai, sehingga kegiatan sekolah hanya duduk dan dengar, tanpa ada kegiatan yang lain. Disamping itu, masyarakat sekitar sekolah juga cukup besar pengaruhnya, sebagai misala lingkungan sekitar SMK Negerei 1 Kalabahi adalah komplek pedagang kakilima, di juga komplek Stadion Kalabahi yang penuh hiruk pikuk juga akan berdampak pada sikap dan perilaku pelajar SMK Negeri 1 Kalabahi

3. Teman Pergaulan
Sejak individu itu dilahirkan di dunia ia selalu berinteraksi dengan individu-individu yang lain di dalam kelompoknya, sehingga dapat membentuk individu menjadi person dan mengubah sifat-sifat aslinya menjadi sifat-sifat kemanusiaan. Hal-hal tersebut terjadi pada suku-suku yang masih sederhana maupun orang-orang modern yang hadir di kota-kota besar selalu berinteraksi diantara teman pergaulan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu. Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara, menengah sampai dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35), ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan hubungan dimana masing-masing memajukan taraf kehidupannya dan saling menyempurnakan martabatnya. Di samping itu pula ada pergaulan yang bentuknya cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif, misalnya hura-hura.
Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ (1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau generasi muda.
Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-temannya berbuat begitu.
Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada kelompok sosial. Kelompok sosial dapat digolong-golongkan pula ke dalam macam-macam jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling berhubungan erat. Contohnya adalah keluarga, kelompok bermain, kelompok pergaulan dan sebagainya. Sedangkan kelompok pergaulan sekunder menurut Gerungan ( 1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formil dan kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan objektif rasional. Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya sekelompok kawan-kawan atau keluarga, dan kelompok pergaulan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai peran yang positif pula.
Adapun peran positif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 75) antara lain :
1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok tertentu, hal mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.
2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung pada siapapun.
3. Di dalam kelompok tersebut individu dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang wajar dari rekan-rekannya sekelompok.
4. Kelompok memungkinkan individu mengembangkan kemampuan dalam ketrampilan-ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong individu untuk bersikap tindak secara dewasa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.
Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinantumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 76) antara lain :
1. Kelompok mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang dikembangkan secara pribadi.
3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
4. Kesetiaan erhadap kelompok kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan orang tua, saudara atau kerabat.
5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
6. Suatu kelompok mendorong anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
7. Kadang-kadang ada yang menghambat motivasi perkembangan yang dipengaruhi kelompok.
8. Tuphemisme dipengaruhi kelompok tertentu.

Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para pelakunya, karena dapat mengganggu kelancaran hidup, bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan.
Setiap individu dalam pergaulan tidak selalu dapat disamakan, karena setiap individu mempunyai kepribadian dasar masing-masing yang sesuai dengan sifat, latar belakang yang berbeda-beda untuk setiap orang. Dengan demikian setiap pribadi akan menampilkan dengan cara yang berbeda. Perbedaan adalah penampilan yang khas, itulah yang menjadi sebab daripada tindak tanduk setiap individu yang beraneka ragam dan menyulitkan pengertian orang lain. Maksud dan indak tanduk seseorang tidak mudah ditafsirkan oleh orang lain, bahkan bagi diri sendiri hal ersebut sering tersembunyi dan tidak disadari, dan terjadilah salah paham.
Akhirnya salah paham dan salah pengertian hanya akan menimbulkan perselisihan, pertengkaran dan kekerasan fisik. Untuk menhindari kejadian tersebut, harus diperhatikan beberapa faktor dalam pergaulan sebagai berikut :
1. Pengenalan individu lain : mengenal individu lain bahwa tidak sama dengan diri kita sendiri. Mengenal individu lain berarti berusaha mengetahui sifat-sifat sikap pandangan dan latar belakangnya yang telah membentuk individu lain itu dan yang mendasari kepribadiannya maupun tingkah lakunya.
2. Pengertian terhadap individu lain : mengerti bahwa individu lain memiliki ciri khas, sifat khusus dan latar belakang masing-masing. Adanya perbedaan ini tidak berarti bahwa perbedaan tersebut perlu diubah dengan maksud agar orang lain dipaksa menyamakan dirinya dengan diri kita.
3. Dalam pergaulan, pada setiap individu perlu adanya keterbukaan dari menerima, melalui pertimbangan, apa yang diberikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat dan pandangan, membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain demi satu kelancaran komunikasi yang baik.
Dengan demikian seseorang mau masuk dalam kelompok pergaulan harus dapat memahami, menerima akan adanya perubahan-perubahan serta adanya peraturan. Bagi generasi muda, kelompok pergaulan ini sangat efektif untuk transformasi berbagai pengetahuan, termasuk didalamnya tindakan dan perilaku pelanggaran dan kekerasan.







BAB .III
METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian
Lolasi yang menjadi objek penelitian adalah di SMK Negeri 1 Kalabahit tentang Faktor Lingkungan dan Pengaaruh Pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar (Suatu Survei) terhadap Siswa SMKNegeri 1 Kalabahi di Desa Lendola Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi-NTT. waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan 1 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2011
B. Jenis Dan Metode Penelitia
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif karena dalam penelitian peneliti berupaya menggambarkan,memaparkan penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan dikangan remaja.sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996 :73),bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan objek penelitian.
C.Subjek Penelitian
Untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang penyebab terjadinya perilaku tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja pelajar,pemilih dan menentukan subjek penelitian.Dalam penelitian ini teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan adalah teknik purposive,yaitu penentuan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan atau criteria tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian berdsarkan atas kriteri-kriteria dengan tujuan agar subjek penelitian tersebut dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya. adapun yang menjadi kriteria penelitian dalam menentukan subjek penelitian ini adalah : perilaku kekerasan dikalangan pelajar dilakukan dengan pembinaan secara periodic

D.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Untuk memperoleh data reprensentatif maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara.Menurut Lexy J.Moleong (2002 :135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu Pewawancara,yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee ).wawancara akan dilakukan kepada anak didik yang telah melakukan tindakan kekerasan untuk mendapatkan data langsung dari subjek penelitian
Sedangkan teknik yang dipergunakan untuk wawancara ini adalah teknik wawancara bebas terpimpin yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan jadi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengam situasi ketika wawancara berlangsung agar tidak terkesan kaku.peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin agar nantinya dalam pelaksanaan dan untuk pendalaman yang lebih lanjut dari pentingnya penelitian.

2. Dokomentasi
Metode dokomentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, nutulen rapat, agenda, dan sebagainya. (Sumarsini Arikento, 2002 : 2006) dokumen berkaitan dengan masalah penelitihan ini diperoleh di SMK negeri 1 Kalabahi.dokumen tersebut yaitu segala dokumentasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.seperti latar belakang keluarga remaja pelajar perilaku tindak kekerasan,latar belakang semua data yang berhubungan dengan status remaja pelajar.

E.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah analisis induktif.analisis ini menilai dan menganalisis data-data yang telah di fokuskan yaitu faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar di SMK Negeri 1 Kalabahi.analisis induktif digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus untuk selanjutnya di tarik kesimpulan yang objektif sesuai dengan fakta di data, di angket untuk mudah pengembangan dua atau lebih kemudian hasil akhir lalu dikualifikasikan kembali (Suharsini Arikento,1992 : 208) langka-langka menganalisis data untuk menghasilkan kesimpulan induktif pada penelitian kualitatif meliputi reduksi,kategorisasi,dan unitisasi,display data,dan pengambilan kesimpulan.proses analisis data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dengan pelajari data yang diperoleh dalam penelitian secara apa adanya kemudian di interpretasikan secara kualitatif untuk mengambil kesimpulan dengan menggunakan prinsip induktif.analisis induktif ini digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan umum dan objek,dengan demikian peneliti berangkat dari hal-hal yang harus untuk memperoleh kesimpulan umum.Adapun proses atau langka-langka yang diambil dalam analisis data (Sampiah Faisal 2001:256-258) ini adalah :
1. Reduksi Data .
Data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi merupakan data urutan yang bersifat acak-acakan,untuk itu penelitimelakukan pemecahan dat relavan untuk disajikan dengan memilki data yang dapat menjawab permasalahan mengenai factor penyebab factor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.


2 . Unitisasi Kategorisasi.
Data yang telah disediakan di pilih tersebut kemudian disusun secara sistimatis kedalam unit-unit sesuai dengan sifat masing-masing dengan data menonjolkan hal-hal pokok dan penting unit data yang telah dikumpul,dipilih kembali dikerjakan sesuai kategori yang ada sehingga dapat mengahasilkan gambaran yang jelas.
3 Display Data.
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi mengadakan laporan sistimatis.dat disajikan dalam bentuk narasi berupa infomasi mengenai penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar
4. Penelitian Kesimpulan
Dengan melihat kembali tujuan yang dicapai mak data yang telah dikumpulkan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif untuk memperoleh data yang objektif kesimpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara melihat kembali tidak menyimpang dari permasalahan peneliti.





BAB .IV
Kesimpulan Dan Saran
A.Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menelaa dari berapa kajian literaratur ini bahwa faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekarasan dikalangan pelajar oleh bebarapa pendapat masih sangat relavan dengan kondisi saat ini oleh karena itu orang tua, guru, dan masyarakat mempunyai peranan dan tanggung jawab yang strategis mengawasi serta memberi perhatian yang sesunggunya dalam segala aktivitasnya merupakan komunikasi efektif melakukan hubungan interaksi social baik secara internal maupun eksternal terhadap suatu keinginan/tindakan terhadap diri maupun terhadap orang lain itu benar-benar suatu hal yang sangat positif sehingga harapan dan keyakinan masa depan anak itu memiliki nilai dan moral yang baik terhadap dirinya maupun orang lain, terlebih lagi bagi orang tua maupun keluarga.
Hal ini dapat dilakukan sedini mungkin.melalui berbagai pembinaan skala periodik dapat membentengi penyimpangan perilaku moral agar anak tidak dilematis mengambil suatu keputusan/tinadakan moral untuk mencapai suatu keinginan atau, dan tindakan itu tidak terjebak dalam hal-hal negative akibat dari suatu kemajuan arus perubahan globalisasi.maka orang tua perlu menyadari bahwa ekspresi anak dalam mengaktualisasikan diri dalam berbagai hal semua tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh anak dalam situasi sekarang ini adalah sebuah kemajuan yang penuh dengan persaingan harus diterima dengan positif namun dibalik dari itu akan membawa suatu respons rasa ketidak puasan atau kekecewaan anak terhadap keinginan, tidak dicermati dengan baik maka hal itu akan membawa dampak psikologis bagi anak membrotak membuat mental perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan moral meninggalkan rasa kesal dan tertekan batinia bila ia rasa aman mecari teman untuk menyelesaikan probelema sosial
B.Saran.
1. Bagi Masyarakat :
a. Diperlukan usaha penciptaan kondisi keluarga yang baik di segala bidang seperti peningkatan kesejateraan keluarga dan pembinaan melalui pendidikan agama dapat di intensipkan
b.Di perlukan pengawasan,perlindungan dan pembinaan terhadap pertumbuhan dan kepribadian anak agar perkembangan mental dan fisiknya serasi,selaras dan seimbang
2. Bagi Pemerintah :
Diperlukan kerjasama dan upaya pemerintah untuk menekan seminimal mungkin potensi yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang terjadi di kalangan antar pelajar melalui instansi-instansiyang terkait dengan pendidikan anak

3 Bagi Mahasiswa :
• Mahasiswa sebagai generasi muda pemikir dan pembaharu harus selalu tanggap dan kritis serta memberi solusi terhadap setiap fenomena –fenomena social yang terjadi di sekitar kita terutama masala yang menjadi sasaran objek komersilisasi hak anak
• Penulis menyadari bahwa proposal penelitianTentang Faktor Lingkungan Dan Pengaruh Pergaulan Terhadap Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar ini masih ada kekurangan dalam penulisan sehingga belum memenuhi harapan para pembaca, untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan ini maka,segala usul saran, kritik,maupun pendapat dari teman-teman yang sifatnya konstruktif penulis sangat mengharapkan, terima kasih….Amin














DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Buku
Bambang Y.Mulyana (1984 ) Pendekatan analisis kenakalan anak Remaja Jakarta Kanasius
Bambang Walgito (1982) Kenakalan anak Jogyakarta Yayasan Penerbit FakultasPsikologis UGM
Gerson W.Bawengan (1983) Masalah kejahatan dengan sebab akibat Bandung Pranya Pramita
Hari Suraji (1980) Teknik integral criminal Jakarta Aksara Baru dan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Jamil Salim,(2003).Kekerasan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Kartini Kartono (199) Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Bandung Pradnya Pramita
Lexy JMoleong (2000) Metodeelogi penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakrya.
Soedarsono (1990) Kenkalan Remaja Jakarta Renaka Cipta
Umiyati (1996) Skripsi Latar Belakang JogyakartaKenakalan RemajaUpaya pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Anak Kutaarjo Yogjakarta : UNY
……………. ( Kitab Undang-Undang Pidana.Jakarta : Bina Aksara
……………. ( Kitab Undang-Undang Perdata Jakarta : Ghlaia Indonesia

B.Surat Kabar
Pos Kupang,…….
Tiomor Ekspres….
Alor Pos…………..
C.Perundang-Undangan
UU.No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Convention UU.No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejateraan Anak
UU.No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 Tentang Pengesahan On The Right of the Child











Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di tandai dengan globalissasi informasi di segala bidang dan semakin mudanya masyarakat untuk mendapatkan berbagai macam informasi.
Salah satunya media informasi yang memberikan kemudahan dalam mencari informasi adalah internet, kehadiran internet dengan berbagai fasilitasnya beragam semakin diminati oleh masyarakat.memang harus kita akui dengan internet masyarakat bisa mendapat kemudahan dalam mengakses informasi yang di perlukan dalam waktu cepat.dengan hadirnya internet menjadikan dunia kita tersa kecil,jarak bukan lagi hambatan akan tetapi selain membawa dampak positif internet juga membawa dampak negative salah satu dampak negative internet adalah terdapat situs porno di internet.fonomena kehadiran situs situs porno ini mengawatirkan masyarkat bisa mengakses situs porno di bilik bilik warnet akibat kemudahan dan kemurahan ini siapapun bisa menikmatinya termasuk anak anak.materi dalam situs porno ini yang dilihat oleh anak anak akan terekam dan membawa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak mempengaruhi tindakan mereka itu merupakan hal yang logis mengingat anak adalah golongan yang labil bergerak dan berkembang serta ingin tahu,ingin mencoba dan ingin merekam meskipun itu merupakan tindakan negative secara psikologis seorang remaja berusia 12-21 tahun













DAFTAR ISI


BAB: I. Pendahuluan Halaman
A.Latar Belakang……………………………………………… 1
B.Rumusan Masalah…………………………………………... 5
C.tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………………... 6 BAB:II.Tinjauan Pustaka
A.Perilaku Kekerasan Di Kalangan Pelajar……………………. 7 B.Situasi Lingkungan …………………………………………. 12
C.Teman Pergaulan……………………………………………. 14
D.Defenisi Konsepsional……………………………………... 20
E.Defenisi Operasional………………………………………… 21
BAB:III.Metode Penelitian
A.Jenis Penelitian……………………………………………… 22
B.Populasi Dan Sampel……………………………………….. . 22
C.Teknik Pengambilan Sampel………………………………… 24
D.Teknik Pengumpulan Data…………………………………... 24
E.Metode Analisis Data………………………………………... 26
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran…………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA

BAB.I
PENDAHULUAN


A .Latar Belakang

Pelajar sebagai bagian masyarakat yang terdidik mempunyai kedudukan yang cukup strategis, karena sebagai calon inteletual muda mereka mampu menjadi agen perubahan sosial (social change ), sekaligus pemberdayaan masyarakat. Sejarah peran pelajar seperti (KAPPI) telah menunjukkan betapa pentingnya peranan pelajar sebagai motor penggerak sebuah perjuangan. Namun di sisi lain pelajar juga mengemban tugas berat untuk kehidupan masa depannya, untuk itu pelajar perlu memberdayakan dirinya melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan jaman, kenakalan dan kejahatan oleh remaja semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Kartini Kartono, (1986 : 3). di kota-kota industri dan kota besar yang berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada masyarakat primitif atau di desa-desa. Dengan demikian ada korelasi antara kemajuan industri dan perkembangan kota dengan meningkatnya berbagai tindak kejahatan, termasuk tindak kejahatan oleh remaja dan pelajar
Gangguan pada remaja (childhood disorders) akan menimbulkan gangguan pada diri pelakunya dan masyarakat, yang bila tidak segera diatasi akan berkembang menjadi kejahatan remaja (juvenile delinquency). Menurut Kartini, (1986 : 4) kejahatan yang dilakukan remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Selanjutnya perbuatan ini juga dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Karena penyakit sosial adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Gejala ini hampir selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka disebut sebagai pathologi sosial, yang menyebabkan struktur sosial terganggu.
Gangguan terhadap pemuda remaja atau pelajar akan mudah terjadi karena biasanya anak-anak remaja kurang memiliki kontrol diri, suka menegakkan standar tingkah lakunya sendiri dan egoistis, serta terkadang suka meremehkan orang lain. Tindakan yang menyimpang ini dilakukan, pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Kekerasan terjadi dimulai dari perbedaan pendapat dan selanjutnya konflik dan puncaknya kekerasan fisik. Pada diri remaja kekerasan fisik selalu menonjol karena gejolak darah mudanya lebih besar.
Sedangkan munculnya perilaku kekerasan pada khususnya, dan perilaku menyimpang pada umumnya, menurut Sutomo, (1995 : 31) bukan berarti pelakunya tidak mengetahui aturan, maka pertanyaan penting adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu bahwa yang dilakukan adalah melanggar aturan., Berbicara tentang motif yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan ada beberapa faktor antara lain :
1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.
4. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.
5. Kecenderungan pembawaan yang pathologis atau abnormal.
6. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.(Kartini Kartono, 1986 :10).

Dari pendapat tersebut diatas, faktor situasi atau lingkungan dan pengaruh pergaulan cukup penting dalam memberikan dorongan akan munculnya perilaku kekerasan dalam diri remaja.
Sementara menurut pendapat Emil H. Tambunan, (1982 : 23) bahwa beberapa faktor dari luar turut mempengaruhi anak itu, faktor dari luar itu termasuk lingkungan, atau masyarakat setempat. Jadi masalah kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi masyarakat Soejono Soekanto, (1976 : 12). Dengan demikian berbicara mengenai faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, maka masyarakatlah yang menentukan baik buruknya remaja.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan dengan berbagai keterbatasan baik waktu, tenaga, kesempatan dan dana, sehingga tidak mungkin meneliti semua faktor penyebab munculnya perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Disamping itu, kedua faktor tersebut secara nyata banyak dikaitkan dengan munculnya kekerasan. Dalam hal ini adalah situasi lingkungan dan pergaulan yang yang mengalami gangguan, seperti timbul keretakan hubungan sosial akibat tidak ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Karena kenakalan remaja terutama terjadi karena tidak ada persesuaian cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Terlebih lagi di era sekarang ini, semakin sulit seseorang bisa memperoleh berbagai sarana yang dibutuhkan, sebagai akibat munculnya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial yang semakin tajam. Pergolakan dan pertikaian di lingkungan masyarakat ini terkadang juga menjengkelkan bagi remaja, sehingga melakukan semacam perlawanan dan pemberontakan, maka perilaku kekerasan tidak bisa dihindari. Demikian juga pergaulan remaja yang semakin tidak terkontrol oleh orang tua juga semakin nyata terjadi, sehingga timbul dampak yang kurang baik, bahkan dapat menjerumuskan remaja dalam berbagai tindak kriminal.
Dalam hal ini difokuskan remaja pelajar, karena seharusnya pelajar dapat memberikan contoh baik bagi remaja pada umumnya sebagai generasi penerus calon inteletual, namun kenyataannya justru pelajar yang sering memberikan contoh adanya kekerasan, seperti munculnya perkelahian pelajar. Pelajar seharusnya jauh dari perilaku kekerasan, tetapi kenyataannya justru banyak melakukan tindakan kekerasan dan pelangaran ketertiban lainnya. Kesenjangan inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian dan kajian tentang perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Secara normatif kedudukan pelajar di mata masyarakat diposisikan tinggi dibanding remaja lain yang tidak sekolah, maka idealnya mempunyai sikap dan perilaku yang terpuji dan jauh dari perilaku kekerasan fisik.

B. Rumusan Masalah
Titik tolak penelitian selalu berangkat dari masalah. Tanpa masalah penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Menurut Sutrisno Hadi, (1973 : 4) masalah adalah kesulitan-kesulitan dalam menghadapi sesuatu, adapun masalah umumnya bersumber dari sebab yakni : orang kurang tahu memecahkan masalah dan orang kekuaranangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, (1990 :34) masalah adalah setiap kesulitan-kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah harus bisa dirasakan sebagai suatu rintangan yang harus dilalui. Dengan demikian masalah menuntut adanya pemecahan masalah, dan salah satunya dengan jalan penelitian, maka salah satu tujuan penelitian adalah memecahkan masalah.
Selanjutnya menurut Muhammad Hatta (1967 : 14) mengemukakan bahwa ; masalah adalah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya, orang tidak puas hanya dengan melihat saja melainkan ingin mengetahuinya lebih dalam. Dengan dirumuskannya masalah, maka akan memudahkan dalam penyelesaian masalah.
Disusunya rumusan masalah bertujuan untuk membatasi penelitian dalam fokus tertentu sesuai dengan topik penelitian. Fokus penelitian ini untuk membatasi peneliti dalam memperoleh data-data akurat karena dengan fokus seorang peneliti mengetahui persisi data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana tidak diperlukan.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.?






















BAB .II

KAJIAN PUSTAKA


Sebelum membahas lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan dulu tentang konsep dan teori. Menurut Kerlinger, (1977 : 14) teori adalah segugus konsep, definisi dan proporsi yang berhubungan yang menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang gejala dengan merinci hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena . Sedangkan menurut Sofian Effendi, (1987 : 12) sarana pokok utama untuk menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti adalah teori yaitu rangkaian yang logis dari satu proporsi atau lebih .
Jadi teori adalah serangkaian hubungan yang sistematis antara gejala atau fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti dengan proporsi yang logis dan merupakan pasangan mengenai gejala serta menerima hubungan antara gejala sosial dan observasi yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini akan dipaparkan teori tentang : perilaku kekerasan di kalangan pelajar, situasi lingkungan, teman pergaulan dan pernan keluarga:
1. Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar.
Perilaku kekerasan pelajar adalah bagian dari kenakalan remaja pada umumnya, dalam hal ini sebagai perilaku remaja yang melanggar aturan, norma atau moral masyarakat, yang menimbulkan konflik antara pribadi atau kelompok-kelompok pribadi atau dengan masyarakatnya. Diantara ciri utama perilaku nakal adalah anti sosial, yang antara lain berbentuk vandalisme (perilaku iseng yang menimbulkan gangguan), perilaku merusak harta benda, melanggar tata tertib, membolos, narkoba, perkelahian atau tindakan kekerasan. Segala perilaku tersebut bila dibiarkan bisa menjadi tindakan kriminal.
Generasi muda merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia yang telah ditempatkan posisinya sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional. Idealnya perilaku generasi muda yang sebagian besar pelajar, adalah sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, bukan sebaliknya bertindak menyimpang dari norma-norma yang ada. Dalam kehidupan remaja atau pelajar selalu dihadapkan pada tiga kutub yakni peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sedangkan interaksi dari ketiga kutub itu akan menentukan perilaku pelajar itu positif atau negatif. Skema dibawah dapat menerangkan fenomena tersebut :









Menurut Kartini Kartono (1986 : 111), penyebab munculnya tindakan kekerasan di kalangan remaja dan pelajar adalah dua faktor : faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar. Tingkah laku remaja atau pelajar merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar dalam bentuk ketidak mampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Para pelajar dengan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang salah dalam bentuk aggresi, pelanggaran, perkelahian, kekerasan dan tindak kriminal lainnya. Pelajar sebagai yang berjiwa muda terkadang tidak mampu mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai permasalahan dan kesulitan yang dihadapi. Terlebih lagi dihadapkan pada pengaruh dunia luar yang secara kualitas meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.
Menurut Kusnadi (1995 : 307), Masalah perkelahian pelajar tampaknya cenderung menjadi permasalahan kian dilematis belakangan ini. Hal ini sulit dibasmi karena suasana dilematis dan klasik dimana pemuda mudah emosional. Namun disisi lain, lingkungan semakin tidak mendukung terkendalinya sifat emosional pemuda. Hal ini sangat kurang diperhatikan oleh para orang tua, sehingga di kota-kota besar perkalihan pelajar cenderung meningkat baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang menjadi persoalannya bukan pada baku hantamnya, tetapi kadang-kadang akibat yang ditimbulkan yang menjurus pada tindak kekerasan fisik dan pengrusakan berbagai fasilitas umum.
Dalam banyak kasus, perkelahian pelajar terkadang disebabkan masalah-masalah yang sepele, dari masalah “cewek”, ejek-mengejek sepulang sekolah, sampai masalah kericuhan pertandingan antar sekolah. Tidak jarang pula, diluar jam-jam sekolah, banyak pelajar yang bergerombol , kongkow-kongkow, sehingga mengundang keisengan yang pada gilirannya menjadi awal perkelahian pelajar. Demikian pula banyaknya waktu luang bagi siswa, besar kemungkinan menjadi faktor penyebab perbuatan macam-macam. Apalagi kurikulum pelajar menengah yang kurang dirangsang pada kegaiatn ekstrakurikuler yang sifatnya ilmiah, namun justru kegiatan kurikuler berbentuk kegitan yang memancing terjadinya keributan, seperti pertandingan olah raga.
Pendapat lain dikemukakan oleh Melly G. Tan (1995 : 308), dewasa ini telah terjadi dehumanisasi yang merasuki sebagian pelajar akibat pengaruh kuatmedia informasi, baik film maupun media massa. Dalam hal ini pengaruh film-film yang kurang mendidik yakni penuh adegan vulgar, sadis, penuh kekerasan, serta adegan banyolan konyol yang merupakan sumber ejek-mengejek. Bahkan pengaruh film kelabu juga dapat mengakibatkan efek berantai terhadap sifat dasar remaja yang selalu ingin tahu dan mencobanya. Pengaruh alkohol dan narkoba, selalu dimulai coba-coba dan ingin tahu, tetapi kemudian menjadi kecanduan. Bila hal ini terjadi maka sulituntuk bisa mengendalikan diri dan terjadilah berbagai tindakan kekerasan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis, adalah perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja. Muncullah berbagai tindakan kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan tindakan kriminal lainnya. Dalam kajian faktor eksternal sebagai penyebab tindakan kriminal dapat dibedakan dalam faktor : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan alam sekitarnya.
Remaja atau pelajar yang masih dalam pancaroba mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus, antara lain : rasa kasih sayang, rasa aman, rasa dihargai, rasa kebebsan yang sesuai dengan masanya, rasa ingin tahu, ingin mengenal, serta ingin belajar dan mempelajari sesuatu yang baru. Dalm kenyataannya, sering kebutuhan para pelajar tidak terpenuhi karena terhalang oleh keadaan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Bila dalam diri pelajar sanggup menyesuaikan diri dalam menghadapi problem-problem, maka akan berkembang secara wajar. Namun sebaliknya jika tidak mampu beradaptasi terhadap berbagai permasalahan, maka keadaan emosinya terganggu, dan terjadilan berbagai tindak kekerasan di kalangan pelajar.

2. Situasi Lingkungan
Situasi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan cenderung juga akan menimbulkan perilaku menyimpang dan kerawanan sosial. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah hiburan malam yang berlebihan, minum-minuman keras dan narkoba, prostitusi, pornografi dan tindakan kekerasan lainnya. Pelajar merupakan generasi muda yang lahir dari keluarga yang tumbuh dan berkembang, serta berinteraksi dalam lingkungan pergaulan masyarakat, akan berreaksi dan memberikan respon terhadap situasi yang terjadi pada lingkungannya.
Menurut pendapat Gerungan ( 1991 : 82), situasi sosial pada diri sendiri sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiaan individu dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang sama apabila dalam keadaan sendirian; yakni situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyama-ratakan pendapat-pendapat orang yang ada di dalamnya. Jadi situasi sosial seseorang akan mempengaruhi proses yang berlangsung dalam diri individu, baik dalam keputusan, perilaku maupun tindakan yang dilakukan.
Kondisi keluarga atau orang tua dapat diartikan dalam konteks yang luas yakni tidak hanya orang tua di rumah, melainkan juga di luar rumah. Peran orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam upaya pencegahan dan penanganan perilaku menyimpang remaja atau pelajar. Keluarga harus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan sehat remaja, yakni suasana keluarga yang harmonis (sakinah). Sebaliknya keluarga yang tidak baik atau harmonis, maka resiko anak mengalami gangguan kepribadian dan perilaku menyimpang lebih besar, kondisi keluarga yang dimaksud sebagai berikut : broken home, kesibukan orang tua yang melupakan keluarga, hubungan interpersonal yang buruk dan keluarga kurang kasih sayang.
Lingkungan keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Karena di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Adapun indikator lingkungan keluarga yang kurang mendukung antara lain : ada tidaknya kondisi broken home, perlindungan yang berlebihan terhadap anak (memanjakan),penolakan orang tua (orang tua tidak bertanggung jawab), pengaruh buruk dari orang tua, sehingga anak ikut-ikutan.
Sedangkan lingkungan sekolah sebagai faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja dapat dirunut dari beberapa aspek, yang antara lain : bangunan tidak memadai, kurang ada tempat bermain, dan berbagai sarana yang terbatas. Akibatnya anak-anak remaja merasa tertekan, apalagi kurikulum yang belum memadai, sehingga kegiatan sekolah hanya duduk dan dengar, tanpa ada kegiatan yang lain. Disamping itu, masyarakat sekitar sekolah juga cukup besar pengaruhnya, sebagai misala lingkungan sekitar SMK Negerei 1 Kalabahi adalah komplek pedagang kakilima, di juga komplek Stadion Kalabahi yang penuh hiruk pikuk juga akan berdampak pada sikap dan perilaku pelajar SMK Negeri 1 Kalabahi

3. Teman Pergaulan
Sejak individu itu dilahirkan di dunia ia selalu berinteraksi dengan individu-individu yang lain di dalam kelompoknya, sehingga dapat membentuk individu menjadi person dan mengubah sifat-sifat aslinya menjadi sifat-sifat kemanusiaan. Hal-hal tersebut terjadi pada suku-suku yang masih sederhana maupun orang-orang modern yang hadir di kota-kota besar selalu berinteraksi diantara teman pergaulan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu. Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara, menengah sampai dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35), ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan hubungan dimana masing-masing memajukan taraf kehidupannya dan saling menyempurnakan martabatnya. Di samping itu pula ada pergaulan yang bentuknya cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif, misalnya hura-hura.
Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ (1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau generasi muda.
Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-temannya berbuat begitu.
Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada kelompok sosial. Kelompok sosial dapat digolong-golongkan pula ke dalam macam-macam jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling berhubungan erat. Contohnya adalah keluarga, kelompok bermain, kelompok pergaulan dan sebagainya. Sedangkan kelompok pergaulan sekunder menurut Gerungan ( 1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formil dan kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan objektif rasional. Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya sekelompok kawan-kawan atau keluarga, dan kelompok pergaulan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai peran yang positif pula.
Adapun peran positif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 75) antara lain :
1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok tertentu, hal mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.
2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung pada siapapun.
3. Di dalam kelompok tersebut individu dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang wajar dari rekan-rekannya sekelompok.
4. Kelompok memungkinkan individu mengembangkan kemampuan dalam ketrampilan-ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong individu untuk bersikap tindak secara dewasa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.
Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinantumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 : 76) antara lain :
1. Kelompok mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang dikembangkan secara pribadi.
3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
4. Kesetiaan erhadap kelompok kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan orang tua, saudara atau kerabat.
5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
6. Suatu kelompok mendorong anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
7. Kadang-kadang ada yang menghambat motivasi perkembangan yang dipengaruhi kelompok.
8. Tuphemisme dipengaruhi kelompok tertentu.

Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para pelakunya, karena dapat mengganggu kelancaran hidup, bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan.
Setiap individu dalam pergaulan tidak selalu dapat disamakan, karena setiap individu mempunyai kepribadian dasar masing-masing yang sesuai dengan sifat, latar belakang yang berbeda-beda untuk setiap orang. Dengan demikian setiap pribadi akan menampilkan dengan cara yang berbeda. Perbedaan adalah penampilan yang khas, itulah yang menjadi sebab daripada tindak tanduk setiap individu yang beraneka ragam dan menyulitkan pengertian orang lain. Maksud dan indak tanduk seseorang tidak mudah ditafsirkan oleh orang lain, bahkan bagi diri sendiri hal ersebut sering tersembunyi dan tidak disadari, dan terjadilah salah paham.
Akhirnya salah paham dan salah pengertian hanya akan menimbulkan perselisihan, pertengkaran dan kekerasan fisik. Untuk menhindari kejadian tersebut, harus diperhatikan beberapa faktor dalam pergaulan sebagai berikut :
1. Pengenalan individu lain : mengenal individu lain bahwa tidak sama dengan diri kita sendiri. Mengenal individu lain berarti berusaha mengetahui sifat-sifat sikap pandangan dan latar belakangnya yang telah membentuk individu lain itu dan yang mendasari kepribadiannya maupun tingkah lakunya.
2. Pengertian terhadap individu lain : mengerti bahwa individu lain memiliki ciri khas, sifat khusus dan latar belakang masing-masing. Adanya perbedaan ini tidak berarti bahwa perbedaan tersebut perlu diubah dengan maksud agar orang lain dipaksa menyamakan dirinya dengan diri kita.
3. Dalam pergaulan, pada setiap individu perlu adanya keterbukaan dari menerima, melalui pertimbangan, apa yang diberikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat dan pandangan, membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain demi satu kelancaran komunikasi yang baik.
Dengan demikian seseorang mau masuk dalam kelompok pergaulan harus dapat memahami, menerima akan adanya perubahan-perubahan serta adanya peraturan. Bagi generasi muda, kelompok pergaulan ini sangat efektif untuk transformasi berbagai pengetahuan, termasuk didalamnya tindakan dan perilaku pelanggaran dan kekerasan.







BAB .III
METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian
Lolasi yang menjadi objek penelitian adalah di SMK Negeri 1 Kalabahit tentang Faktor Lingkungan dan Pengaaruh Pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar (Suatu Survei) terhadap Siswa SMKNegeri 1 Kalabahi di Desa Lendola Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi-NTT. waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan 1 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2011
B. Jenis Dan Metode Penelitia
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif karena dalam penelitian peneliti berupaya menggambarkan,memaparkan penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan dikangan remaja.sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996 :73),bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan objek penelitian.
C.Subjek Penelitian
Untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang penyebab terjadinya perilaku tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja pelajar,pemilih dan menentukan subjek penelitian.Dalam penelitian ini teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan adalah teknik purposive,yaitu penentuan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan atau criteria tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian berdsarkan atas kriteri-kriteria dengan tujuan agar subjek penelitian tersebut dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya. adapun yang menjadi kriteria penelitian dalam menentukan subjek penelitian ini adalah : perilaku kekerasan dikalangan pelajar dilakukan dengan pembinaan secara periodic

D.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Untuk memperoleh data reprensentatif maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara.Menurut Lexy J.Moleong (2002 :135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu Pewawancara,yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee ).wawancara akan dilakukan kepada anak didik yang telah melakukan tindakan kekerasan untuk mendapatkan data langsung dari subjek penelitian
Sedangkan teknik yang dipergunakan untuk wawancara ini adalah teknik wawancara bebas terpimpin yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan jadi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengam situasi ketika wawancara berlangsung agar tidak terkesan kaku.peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin agar nantinya dalam pelaksanaan dan untuk pendalaman yang lebih lanjut dari pentingnya penelitian.

2. Dokomentasi
Metode dokomentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, nutulen rapat, agenda, dan sebagainya. (Sumarsini Arikento, 2002 : 2006) dokumen berkaitan dengan masalah penelitihan ini diperoleh di SMK negeri 1 Kalabahi.dokumen tersebut yaitu segala dokumentasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.seperti latar belakang keluarga remaja pelajar perilaku tindak kekerasan,latar belakang semua data yang berhubungan dengan status remaja pelajar.

E.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah analisis induktif.analisis ini menilai dan menganalisis data-data yang telah di fokuskan yaitu faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar di SMK Negeri 1 Kalabahi.analisis induktif digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus untuk selanjutnya di tarik kesimpulan yang objektif sesuai dengan fakta di data, di angket untuk mudah pengembangan dua atau lebih kemudian hasil akhir lalu dikualifikasikan kembali (Suharsini Arikento,1992 : 208) langka-langka menganalisis data untuk menghasilkan kesimpulan induktif pada penelitian kualitatif meliputi reduksi,kategorisasi,dan unitisasi,display data,dan pengambilan kesimpulan.proses analisis data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dengan pelajari data yang diperoleh dalam penelitian secara apa adanya kemudian di interpretasikan secara kualitatif untuk mengambil kesimpulan dengan menggunakan prinsip induktif.analisis induktif ini digunakan dengan cara menganalisis hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan umum dan objek,dengan demikian peneliti berangkat dari hal-hal yang harus untuk memperoleh kesimpulan umum.Adapun proses atau langka-langka yang diambil dalam analisis data (Sampiah Faisal 2001:256-258) ini adalah :
1. Reduksi Data .
Data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi merupakan data urutan yang bersifat acak-acakan,untuk itu penelitimelakukan pemecahan dat relavan untuk disajikan dengan memilki data yang dapat menjawab permasalahan mengenai factor penyebab factor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar.


2 . Unitisasi Kategorisasi.
Data yang telah disediakan di pilih tersebut kemudian disusun secara sistimatis kedalam unit-unit sesuai dengan sifat masing-masing dengan data menonjolkan hal-hal pokok dan penting unit data yang telah dikumpul,dipilih kembali dikerjakan sesuai kategori yang ada sehingga dapat mengahasilkan gambaran yang jelas.
3 Display Data.
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi mengadakan laporan sistimatis.dat disajikan dalam bentuk narasi berupa infomasi mengenai penyebab faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar
4. Penelitian Kesimpulan
Dengan melihat kembali tujuan yang dicapai mak data yang telah dikumpulkan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif untuk memperoleh data yang objektif kesimpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara melihat kembali tidak menyimpang dari permasalahan peneliti.





BAB .IV
Kesimpulan Dan Saran
A.Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menelaa dari berapa kajian literaratur ini bahwa faktor lingkungan dan pengaruh pergaulan terhadap perilaku kekarasan dikalangan pelajar oleh bebarapa pendapat masih sangat relavan dengan kondisi saat ini oleh karena itu orang tua, guru, dan masyarakat mempunyai peranan dan tanggung jawab yang strategis mengawasi serta memberi perhatian yang sesunggunya dalam segala aktivitasnya merupakan komunikasi efektif melakukan hubungan interaksi social baik secara internal maupun eksternal terhadap suatu keinginan/tindakan terhadap diri maupun terhadap orang lain itu benar-benar suatu hal yang sangat positif sehingga harapan dan keyakinan masa depan anak itu memiliki nilai dan moral yang baik terhadap dirinya maupun orang lain, terlebih lagi bagi orang tua maupun keluarga.
Hal ini dapat dilakukan sedini mungkin.melalui berbagai pembinaan skala periodik dapat membentengi penyimpangan perilaku moral agar anak tidak dilematis mengambil suatu keputusan/tinadakan moral untuk mencapai suatu keinginan atau, dan tindakan itu tidak terjebak dalam hal-hal negative akibat dari suatu kemajuan arus perubahan globalisasi.maka orang tua perlu menyadari bahwa ekspresi anak dalam mengaktualisasikan diri dalam berbagai hal semua tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh anak dalam situasi sekarang ini adalah sebuah kemajuan yang penuh dengan persaingan harus diterima dengan positif namun dibalik dari itu akan membawa suatu respons rasa ketidak puasan atau kekecewaan anak terhadap keinginan, tidak dicermati dengan baik maka hal itu akan membawa dampak psikologis bagi anak membrotak membuat mental perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan moral meninggalkan rasa kesal dan tertekan batinia bila ia rasa aman mecari teman untuk menyelesaikan probelema sosial
B.Saran.
1. Bagi Masyarakat :
a. Diperlukan usaha penciptaan kondisi keluarga yang baik di segala bidang seperti peningkatan kesejateraan keluarga dan pembinaan melalui pendidikan agama dapat di intensipkan
b.Di perlukan pengawasan,perlindungan dan pembinaan terhadap pertumbuhan dan kepribadian anak agar perkembangan mental dan fisiknya serasi,selaras dan seimbang
2. Bagi Pemerintah :
Diperlukan kerjasama dan upaya pemerintah untuk menekan seminimal mungkin potensi yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang terjadi di kalangan antar pelajar melalui instansi-instansiyang terkait dengan pendidikan anak

3 Bagi Mahasiswa :
• Mahasiswa sebagai generasi muda pemikir dan pembaharu harus selalu tanggap dan kritis serta memberi solusi terhadap setiap fenomena –fenomena social yang terjadi di sekitar kita terutama masala yang menjadi sasaran objek komersilisasi hak anak
• Penulis menyadari bahwa proposal penelitianTentang Faktor Lingkungan Dan Pengaruh Pergaulan Terhadap Perilaku Kekerasan di Kalangan Pelajar ini masih ada kekurangan dalam penulisan sehingga belum memenuhi harapan para pembaca, untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan ini maka,segala usul saran, kritik,maupun pendapat dari teman-teman yang sifatnya konstruktif penulis sangat mengharapkan, terima kasih….Amin














DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Buku
Bambang Y.Mulyana (1984 ) Pendekatan analisis kenakalan anak Remaja Jakarta Kanasius
Bambang Walgito (1982) Kenakalan anak Jogyakarta Yayasan Penerbit FakultasPsikologis UGM
Gerson W.Bawengan (1983) Masalah kejahatan dengan sebab akibat Bandung Pranya Pramita
Hari Suraji (1980) Teknik integral criminal Jakarta Aksara Baru dan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Jamil Salim,(2003).Kekerasan Kapitalisme,Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Kartini Kartono (199) Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Bandung Pradnya Pramita
Lexy JMoleong (2000) Metodeelogi penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakrya.
Soedarsono (1990) Kenkalan Remaja Jakarta Renaka Cipta
Umiyati (1996) Skripsi Latar Belakang JogyakartaKenakalan RemajaUpaya pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Anak Kutaarjo Yogjakarta : UNY
……………. ( Kitab Undang-Undang Pidana.Jakarta : Bina Aksara
……………. ( Kitab Undang-Undang Perdata Jakarta : Ghlaia Indonesia

B.Surat Kabar
Pos Kupang,…….
Tiomor Ekspres….
Alor Pos…………..
C.Perundang-Undangan
UU.No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Convention UU.No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejateraan Anak
UU.No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 Tentang Pengesahan On The Right of the Child











Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di tandai dengan globalissasi informasi di segala bidang dan semakin mudanya masyarakat untuk mendapatkan berbagai macam informasi.
Salah satunya media informasi yang memberikan kemudahan dalam mencari informasi adalah internet, kehadiran internet dengan berbagai fasilitasnya beragam semakin diminati oleh masyarakat.memang harus kita akui dengan internet masyarakat bisa mendapat kemudahan dalam mengakses informasi yang di perlukan dalam waktu cepat.dengan hadirnya internet menjadikan dunia kita tersa kecil,jarak bukan lagi hambatan akan tetapi selain membawa dampak positif internet juga membawa dampak negative salah satu dampak negative internet adalah terdapat situs porno di internet.fonomena kehadiran situs situs porno ini mengawatirkan masyarkat bisa mengakses situs porno di bilik bilik warnet akibat kemudahan dan kemurahan ini siapapun bisa menikmatinya termasuk anak anak.materi dalam situs porno ini yang dilihat oleh anak anak akan terekam dan membawa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak mempengaruhi tindakan mereka itu merupakan hal yang logis mengingat anak adalah golongan yang labil bergerak dan berkembang serta ingin tahu,ingin mencoba dan ingin merekam meskipun itu merupakan tindakan negative secara psikologis seorang remaja berusia 12-21 tahun